Martina Felesia
Setelah dipikir-pikir, saya baru sadar kalau rumah kami itu bisa dibilang minimalis pake banget.  Tidak ada kursi, tidak ada rak-rak penuh barang pecah belah atau pun dinding yang full berisi foto keluarga atau gambar-gambar indah.  Ya.  Di rumah yang tidak seberapa besar ini hanya ada kebutuhan pokok untuk tidur, springbed tanpa dipan, almari pakaian secukupnya, dan gelaran karpet tanpa meja kursi di atasnya.  Ada seperangkat komputer, printer dan TV yang semuanya serba lesehan.  Bisa dibilang semua serba terlalu lapang.

Sebenarnya, jujur saja saya tidak bisa membedakan antara minimalis dan malas.  Sejak awal menikah memang saya sudah sepakat dengan suami untuk meminimalisir isi rumah.  Alasannya sederhana saja:  Kalau awalnya dengan alasan supaya anak-anak bisa bebas bergerak, alasan yang sebenarnya karena saya paling malas disuruh bersih-bersih rumah.  Kalau hanya untuk menyapu dan mengepel lantai sih tidak masalah.  Yang jadi masalah adalah saya memang tidak mau ribet dengan urusan lap-mengelap meja kursi dan teman-temannya itu. Jadi apakah itu minimalis atau malas ya beti2 sajalah.

Saya ingat waktu ibu saya datang dari kampung.  Setengah berbisik beliau berkata,"Wong dua-duanya kerja kok yo kursi tamu saja ndak punya."  Waktu itu saya hanya bisa ngakak dan bilang ke ibu," Aku males bersih2, Bu! Wes.  Itu saja!"  Dan ibu saya hanya bisa menerima kata2 saya dengan terpaksa.  

Urusan pilihan untuk meminimalisir isi rumah ini sebenarnya merupakan bagian dari cita-cita saya sejak lama.  Penginnya kalaupun sudah menikah, saya tetep tidak mau diribetkan dengan urusan plekenikan rumah.  Rumah harus begini atau begitu.  Harus ada isi ini atau itu.  Yang penting bagi saya rumah itu harus nyaman.  Semua penghuninya bisa bebas bergerak dan berekspresi.  Rumah adalah tempat di mana kita selalu ingin pulang dan kalau sudah berada di dalam kita malas untuk keluar.  Itu saja! 

Jadi, ya begitulah.  Saya mah tidak terlalu peduli apakah rumah kami penuh dengan pernak pernik atau tidak.  Yang terpenting adalah bagaimana semua penghuninya bisa belajar menjadi satu keluarga.  Belajar untuk saling menyayangi, saling menolong, saling menghormati saling mengampuni.  Tak lupa juga sebagai manusia normal perlu juga saling berteriak, saling marah, saling mengingatkan, tapi tidak menyimpan dendam.  Itulah rumah!  Tempat persemaian pertama sebuah keluarga.
#ngeblog lagi di hari Minggu
Label:
0 Responses