Martina Felesia
Seorang teman pernah ditolak membeli baterai jam tangan di suatu toko jam terkenal ketika ia sedang berlibur di suatu kota.  Alasannya sepele:  dandanan teman saya ini terlalu mbois dan tidak mencermikan ketajiran sama sekali.  Berkaos oblong, bersandal jepit dan bercelana jeans.  Tentengannya tas selempang.  Si Penjual macam tidak percaya ketika teman saya tadi meminta baterai jam sesuai dengan merk yang dia inginkan.  Penjualnya hanya berkata, "Baterai yang itu tidak ada Bu.  Ada sih baterei yang lain, tapi mahal harganya!"

Teman saya ini, meskipun statusnya seorang pendidik, mau tidak mau jadi esmosi juga melihat si Penjual yang tidak menghargai pelanggannya sama sekali.  Mulutnya pun langsung nyolot, "Mahal itu berapa???  Mau mahal mau nggak, pasti ada tarifnya, kan???"

Si Penjual, mungkin karena diperhatikan oleh banyak mata, mau tidak mau akhirnya mengambil juga baterai jam yang disebutkannya tadi.  Tanpa ba bi bu lagi, teman saya mengambil dua kali lipat dari yang biasa dibutuhkannya.  Sewaktu hendak memasang baterai ke jam tangan, barulah mata si Penjual terbuka.  Ia baru menyadari bahwa jam tangan teman saya tadi terbuat dari lapisan emas murni, hanya bisa dibeli dalam istilah 'limited edition' dan harus dipesan secara khusus.  Langsung saja kesombongannya merosot macam karung beras kosong.

Waktu menceritakan pengalamannya ini, teman saya itu masih juga terbawa emosi dan saya terbawa  imajinasi sambil ngekek membayangkan ekspresi wajahnya ketika dipleroki oleh si Penjual jam tangan tadi.  Dalam hal ini saya hanya bisa menasehati, "Yo wes.....lain kali kalau lagi kluyuran ke kota lain itu, ya berdandanlah yang cantik, manis dan tajir.  Mosok duitnya milyaran tampilannya macam bekpeker....hahahaha!!"

"Semprul kowe......!!" mulutnya makin manyun.

Dalam hidup ini, menilai seorang dari tampilan luar itu sudah menjadi hal yang biasa.   Dengan mudahnya orang memberikan penilaian dan penghakiman terhadap orang lain.  Yang berpenampilan tidak sesuai dengan yang di'harapkan'nya otomatis mendapatkan penilaian yang rendah.  Tetapi jika ada orang yang berpenampilan sesuai yang di'inginkan'nya otomatis orang tersebut akan terlihat hebat.  Tidak peduli bahwa pada akhirnya orang tersebut ternyata bego atau tulalit tidak masalah, yang penting sudah sesuai harapan.

Sebagai orang Jawa, saya dibiasakan untuk memanggil orang yang baru dikenal dengan sebutan Mas, Mbak, Bapak atau Ibu. Meskipun orang tersebut lebih muda, saya akan memanggilnya dengan Mas atau Mbak.  Bukan karena saya tidak menghargainya atau menganggapnya lebih tua dari saya.  Tetapi itu adalah sebagai bentuk penghormatan karena saya baru mengenalnya.  Dengan tidak menyebut namanya secara langsung, saya sudah menempatkan orang tersebut sebagai seseorang yang harus dihormati. Tidak peduli tampilannya seperti apa, penghargaan dan penghormatan harus tetap diberikan.

Saya sungguh sangat beruntung karena dibesarkan dalam keluarga yang mengajarkan untuk tidak gampang menilai orang lain dari tampilan luar.  Sejak kecil saya dibebaskan untuk mengenal dan berkawan dengan banyak orang tanpa melihat penampilan, apalagi suku atau agamanya.  Menurut Bapak saya, setiap orang, siapapun  mereka,  berhak mendapatkan penghormatan dan penghargaan.  Tidak peduli dia seorang tukang becak atau tukang nyopiri pesawat terbang, mereka tetaplah seorang manusia.  Kaya atau miskin, itu hanyalah pelengkap.  Yang paling utama adalah,bagaimana engkau memperlakukan orang lain, manusia lain, sama seperti engkau ingin diperlakukan oleh mereka.

Respect each others!  Adalah cara supaya kita tidak gampang melakukan penilaian dan penghakiman, tanpa mau melihat segala sesuatunya dari berbagai sudut.  Semoga kita menjadi manusia yang tidak pernah berhenti belajar, bahwa kita hidup tidak sendiri.  Jadi, jangan mau menang sendiri.  Penghakiman yang diberikan kepada orang lain, akan diberikan juga kepada kita pada akhirnya.
Label:
0 Responses