Martina Felesia
Jadi ceritanya, kemarin, pagi2 sekali aku sudah dijemput untuk ikut upacara di kantor.  Perasaan sih masih pagi sekali ketika suara "tan tin" klakson mobil di depan rumah mengganggu tidurku yang lelap.  Gedubrak!!!  Aku baru ingat kalau pagi itu mesti pergi upacara.  Waks!  Ternyata sudah jam 6 kurang seperempat. 

Secepat kilat aku lari ke kamar mandi.  Menggosok gigi cepat2 dan mencuci muka dengan tak kalah cepat. Membasahi rambut sedikit dan bergegas ganti "onderdil" serta memakai baju batik sesuai  instruksi dalam undangan.  Semua serba kilat.  Pakai bedak sekaligus nyomot parfum si  Pilar biar agak wangi dikit.  Lipstik bisa diurus nanti dalam mobil.  Rambut tinggal diacak-acak dikit sudah rapi sendiri.  Lha wong potongannya sudah mirip dengan Catam (maksute : Calon Tamtama).  Yang penting siap dulu  untuk berangkat.....eng ing eng......!!!

Jalanan sepi.  Entah pengaruh puasa atau pengaruh libur 17 Agustusan aku nggak tahu.  Yang jelas sampai tujuan ternyata memang masih sepi.  Hanya ada para petugas upacara yang sudah siap siaga sejak pagi.  Walah...tahu gitu aku sempatkan mandi dulu.  Sudah datang kepagian ternyata arena masih kosong.  Mencoba update status di FB ternyata server Indosat lagi macet.  Mungkin disetting biar pada pergi upacara duluan kali ya?  Terpaksalah  duduk manis menunggu datangnya peserta upacara yang lain.

Ngemeng2.....mungkin inilah salah satu sebab mengapa negaraku nggak maju2 meskipun sudah 66 tahun merdeka.  Nggak bisa tepat waktu!  Tertulis di undangan jam 06.30WIB.  Kenyataannya satu jam kemudian baru dimulai.  Bagaimana bisa mengisi kemerdekaan jika dengan sengaja telat melulu?  Jadi tengsin diriku dengan pak Bosku yang ganteng, si expatriat yang sedari pagi sudah njagong di situ.  Wah...maaflah ya Pak.....!!

Meskipun setengah mengantuk karena tidak sempat mandi, sedikit banyak aku bisa menikmati ikut upacara 17 Agustusan kali ini.  Marching Band anak2 sekolah yang lumayan apik.  Inspektur upacara yang kumisnya lebat nggak ketulungan (dari TNI kayaknya).  Pasukan pengibar bendera yang ciamik meskipun mayoritas adalah anggota Satpam.  Lagu2 kebangsaan yang "untunglah" masih kuingat dan bisa kunyanyikan dengan baik.  Pokoknya jadi bernostalgia ke masa muda saat dulu sering mimpin lagu Indonesia Raya kalau upacara bendera.  Hanya satu yang ketinggalan dari upacara ini : Pembacaan Pancasila!  Entah memang lupa atau sengaja lupa aku tidak tahu.  Yang jelas, Bapak Inspektur upacara yang berkumis lebat itu, tugasnya hanya membacakan amanat yang sudah diketik di secarik kertas dari paduka yang terhormat Bapak Gubernur Kepri. 

Akhirnya, dengan segala keterbatasannya upacara pun selesai.  Setelah berpamitan kepada pak Bosku yang ganteng, aku langsung ngacir meninggalkan arena.  "Sorry Pak, I have to get coffee........my eyes can't be opened....!"

Sampai di rumah suasana betul2 seperti merdeka betulan.  Anak2 sudah hilang sendiri2 dan meninggalkan rumah seperti medan perang. Misua yang tadinya libur ditelpon kantor supaya masuk karena ada masalah yang harus diselesaikan.  Tidak mau kalah dengan mereka, aku pun merayakan kemerdekaan dengan sepenuh jiwa.  Buka laptop....main Sudoku....sambil nontonin orang ganteng  pinter yang lagi diwawancara di TV One (Anis Bawesdan emang ganteng, kan?).  Wawancara yang hanya sekelumit itu betul2 ciamik dan sanggup membuatku mengangguk-angguk mirip "manuk engkuk". 

Adalah menjadi tugas kita semua untuk menjadikan negara ini menjadi sebuah negara yang besar.  Bukan hanya tugas pemerintah.  Bukan hanya tugas DPR.  Tugas kita semua.  Jangan pernah puas dengan hasil yang sudah kita capai sekarang.  Mengkritiklah dengan bijak.  Berikanlah solusi.  Lakukanlah sesuatu yang baik mulai dari diri sendiri.  Ajarkanlah dari rumah nilai2 kejujuran dan keadilan yang sebenarnya.  Para koruptor yang merajalela adalah bukti bahwa masih banyak orangtua yang belum menanamkan hakikat kejujuran yang sebenarnya kepada anak2 mereka.  Bagaimana bisa mengajarkan kejujuran kepada anak jika kita sendiri suka berkata bohong kepada mereka?  Bangsa ini akan benar2 menjadi bangsa yang sakit dan akhirnya sekarat jika tidak ada yang mau peduli satu sama lain....dst...dst.....

Jadi, memasang bendera di rumah, ikut upacara di manapun tempatnya, itu belumlah cukup.  Kita akan menjadi bangsa yang betul2 merdeka, jika setiap orang mau berusaha untuk merdeka.  Merdeka dari keserakahan.  Merdeka dari ketidakjujuran.  Merdeka dari kemunafikan.  Merdeka dari kebodohan.  Merdeka dari KKN.  Merdeka dari  rasa dendam, iri hati dan benci.  Memerdekakan diri sendiri, adalah kunci untuk menuju kemerdekaan yang sejati.  MERDEKA!!!!

* 17 Agustus 2011
Dirgahayu Tanah Airku, Indonesia
Label:
0 Responses