Martina Felesia
Seak kecil saya terbiasa bangun pagi-pagi bahkan jauh sebelum subuh datang.  Bukan apa2, saya hanya tidak bisa belajar di sore hari.  Jadi saya mencari waktu untuk belajar di pagi hari. Biasanya saya titip pesan kepada mak Nem yang biasa mengisi bak air di rumah untuk membangunkan saya.  Jaman itu yang ada di kampung adalah air sumur.  Belum ada air kran seperti sekarang ini.  Ibu saya mengupah orang untuk melakukan pekerjaan mengisi bak mandi di keluarga kami.  Bukan untuk gaya-gayaan sih.  Prinsipnya sebenarnya cuma satu: ingin menolong orang lain.

Saya biasa bangun sekitar jam 4 pagi.  Kalau ada ulangan bahkan sebelum jam 4 pagi saya sudah melek dan duduk manis di kamar, berusaha mencerna setiap kata dari buku yang saya baca.  Mula2 rutinitas itu berat untuk saya.  Apalagi semuanya dimulai sejak saya masih SD.  Lama-kelamaan saya jadi terbiasa.  Bahkan saat pagi di mana saya sibuk melakukan berbagai aktifitas sementara orang lain masih tidur, adalah sesuatu yang sangat indah bagi saya.  Suasana hening dan sunyi.  Hanya ada suara orang menimba air pagi2 diseling suara orang melafalkan adzan dari masjid kampung sebelah.  Ah, sungguh tak tergantikan pengalaman itu.

Selesai belajar saya berusaha melakukan pekerjaan membantu orang tua.  Dan ini tanpa diminta!  Saya hanya ingin membantu dan meringankan pekerjaaan bapak dan ibu saya.  Saya merasa bahwa membantu pekerjaan orangtua adalah kewajiban saya sebagai anak mereka.  Jadi, dengan senang hati saya akan mulai menyapu rumah, mengepel dan lanjut menyapu halaman sekitar rumah.  Selain menjadikan rumah bersih, sekaligus itu menyehatkan saya.  Kemudian dengan bahagia saya akan memandang hasil kerja saya yang tak seberapa itu.  Baru kemudian berkemas, dan melanjutkan ikut misa pagi jam 5.30 di kapel kecil dekat rumah saya.  Begitu terus sampai saya remaja.  Menjadi rutinitas yang sungguh2 saya nikmati dengan senang hati.

Belajar mendisiplinkan diri dari kecil, membantu saya dalam banyak hal.  Saya tidak perlu menunggu untuk dipuji orang lain baru saya melakukan sesuatu.  Saya terbiasa melakukan sesuatu karena saya ingin melakukannya dan merasa bahwa itu perlu untuk dilakukan.  Belajar disiplin membuat saya tidak suka menunda-nunda pekerjaan.  Selagi bisa dikerjakan ya kerjakan saja.  Sikap menunda-nunda akan menghasilkan pekerjaan lebih banyak lagi dan akhirnya membuat semuanya terbengkalai.

Bagi saya, disiplin itu bukan berasal dari faktor gen atau keturunan.  Disiplin itu bisa dipelajari.  Ia harus dimulai dari diri sendiri.  Dan rumah adalah tempat pertama di mana kita bisa belajar tentang itu.  Kedisiplinan yang tidak dimulai dari kecil suatu saat akan menyulitkan hidup kita sendiri.  Contohnya banyak di sekitar kita.  Orang yang tidak disiplin cenderung meremehkan segala sesuatu dan menggampangkan banyak hal.  Giliran mendapat masalah semua orang disalahkan.  Padahal segala sesuatu adalah bermula dari diri sendiri.  

Semoga rumah kita, bisa menjadi bibit2 persemaian untuk menghasilkan anak2 yang tahu bagaimana berbuat sesuatu untuk keluarga, orang lain dan alam sekitar mereka.
Label:
0 Responses