Jika menengok ke belakang, ada banyak hal yang sepertinya memang sengaja terlewati. Munculnya beragam media sosial di zaman yang serba canggih, seolah menjadi guru baru, yang meminta untuk lebih didengar dan diperhatikan. Musnah sudah keinginan untuk sekedar membaca buku-buku bermutu. Sepanjang hari sepanjang waktu, jiwa dan raga diluluhlantakkan oleh keinginan untuk mengesampingkan semuanya. Hidup doa pun menjadi rapuh. Tersendat-sendat dan terkadang tidak tahu sudah tersesat sampai di mana. Tiba-tiba saja semua lenyap. Mati rasa!
Alhasil aku merasa menjadi sesuatu yang baru. Jiwaku redup, tetapi pandanganku meluas kemana-mana. Pemahaman tentang hidup dan manusia menjadi lebih dimatangkan. Bahwa sesungguhnya, kita tidak bisa hidup sendirian. Bahwa ada banyak perbedaan, yang pada dasarnya malah mampu menciptakan keindahan. Bahwa Tuhan bisa hadir dalam diri siapa saja, bahkan para penjahat sekalipun. Dan bahwa untuk melakukan kebaikan, bisa melalui banyak cara. Tidak harus melalui mereka yang mengaku dirinya beragama dan bertuhan.
Jadi, apakah bisa dibilang aku sekarang menjadi "si anak hilang?". Semakin aku tenggelam dalam luasnya pergaulan, semakin aku merasa mengenal Tuhan dengan caraku sendiri. Jika sebelumnya beragama dengan banyak rasa takut dalam jiwa, sekarang lebih kepada kecintaan akan hidup itu sendiri. Masalah surga dan neraka biarlah Yang Maha Kuasa yang memutuskan. Yang jelas, pemahaman bahwa melakukan kebaikan itu bisa dilakukan oleh siapa saja, mampu membuatku bertumbuh menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
Sekarang ini, biarlah alam semesta yang mendewasakan semuanya. Belajar rendah hati, belajar untuk melihat manusia lain dengan lebih baik lagi. Belajar melakukan segala sesuatu sesuai kata hati. Katakan iya kalau iya, tidak kalau tidak. Belajar meyakini bahwa Tuhan adalah sungguh Sang Maha Cinta, bukan Sang Pendendam. Sang Maha Kasih, bukan Sang Pembenci. Belajar untuk bertumbuh dan berkembang, tanpa perlu menjual harga diri. Semuanya karena keinginan diri sendiri, bukan karena kehendak dan kemauan lain orang. Tetap percaya, bahwa di tengah up and down kehidupan, selalu ada celah untuk bangkit kembali.
Bertumbuh lewat pengalaman, terasa lebih menguatkan daripada hanya sekedar berkata-kata. Dari pengalaman itulah kita bisa tahu, siapa kawan siapa lawan. Kita bisa tahu bahwa ini sebenarnya tidak begini dan itu sesungguhnya juga tidak begitu. Jika pengalaman tidak juga membantu, minimal belajarlah berdiam diri. Pandang sajalah! Nikmati segala rasa yang tersisa. Tidak perlu memaksakan segala yang tiada menjadi ada. Perlahan tapi pasti, tetap akan ada yang bertumbuh, meski harus menguras emosi.
Jangan pernah berhenti untuk bertumbuh menjadi manusia baru!