Akhirnya setelah kerja bakti selama beberapa hari, kelar juga kondisi rumah kembali seperti semula. Setrikaan yang semula menggunung dan batal dibawa ke laundry akhirnya sudah selesai dikerjakan dan ditumpuk dengan rapi. Sepatu yang berserakan di sana sini sudah tertata pada tempatnya. Mesin cuci sudah menjalankan tugas memutar cucian sampai beberapa kali. Rumah sudah disapu dan dipel dan barang-barang yang berserakan mulai kembali ke tempat yang seharusnya.
Apakah semua itu aku yang mengerjakan? Ya tentu tidaklah. Anak lakiku yang kebetulan sudah tidak sekolah lagi ikut kusuruh kerja bakti. Adiknya tidak bisa disuruh-suruh karena sedang sibuk ujian sekolah semester akhir. Sementara aku setrika anak bujang mencuci piring sembari menggiling cucian di mesin cuci. Selagi aku memasak dia yang menjemur baju, menyapu dan mengepel lantai sampai bersih. Pokoknya sebagai mandor tentu saja aku tidak mau capek sendiri. Harus cari kawan dong! Lha bapaknya kemana? Bapaknya sudah balik ke Batam lagi untuk bekerja cari piti๐
Setelah bekerja keras selama beberapa hari dan terkapar setiap malam saking capeknya, barulah hari ini aku bisa mulai olah raga lagi. Bangun jam lima pagi, membangunkan yang sudah nggak sekolah lagi, diajak olah raga. Meskipun malas-malasan bangun juga dia. Berdua mulai jalan kaki menyusuri pinggiran alun-alun utara dan lanjut melipir ke Malioboro seperti biasa. Ternyata kalau sudah lama nggak olah raga itu lebih terasa banget capeknya. Padahal sepanjang Jalan Malioboro dari ujung ke ujung itu kalau ditotal mungkin jaraknya kurang lebih hanya 2 kilometer. Tetapi karena dihitung bolak balik ya jadinya 4 kilometer juga. Ya nggak salah kalau merasa capek. Kalau sudah biasa lagi jarak segitu biasanya masih kutambah lagi dengan berjalan mencari rute yang lebih jauh lagi biar ngepas jadi satu jam.
Pulang olah raga mampir ke tempat ibu-ibu jualan sayur yang dari subuh sudah mangkal di bawah pohon depan Masjid Agung. Ternyata jualan ibu itu lebih komplit dari di pasar kayaknya. Segala macam jenis bahan makanan ada. Pokoknya komplit-plit lah. Tinggal milih-milih, ambil, lalu bayar. Sudah nggak perlu repot-repot ke pasar lagi. Sesudah belanja sayur dan kawan-kawannya, belok lagi ke tempat orang jual soto samping alun-alun. Beli soto 20 ribu ditambah lauk tambahan total bayar jadi 32 ribu. Sudah dapat sak panci soto. Wes hari ini nggak perlu repot-repot memasak lagi. Sampai rumah tinggal masak nasi dan melanjutkan leyeh-leyeh lagi.
Ya begitulah cerita hari ini. Cerita biasa. Cuman kalau tidak dituliskan itu bisa lupa. Padahal kan asik juga kalau pada suatu hari nanti, aku buka-buka blog dan nemu tulisan ini, terus bisa bercerita lagi kepada cucu-cucu bahwa simbahnya ini dulu hobinya melalak-lalak saja setelah pensiun dan tidak bekerja lagi. Paling tidak biar mereka tahu kalau simbahnya ini pernah mbois pada zamannya!๐