Memasuki usia kepala empat terus terang membuatku gamang. Banyak pikiran aneh2 yang tiba2 saja datang menghantui. Bukan masalah penampilan yang jelas sudah tidak imut2 lagi seperti dulu. Bukan juga karena kondisi fisik yang jadi lebih gampang capek dari jaman muda dulu. Kegamangan ini terjadi ketika tiba2 aku sadar bahwa masih ada waktu beberapa saat ke depan yang mau tidak mau harus dihadapi dan dijalani. Bisa jadi sepuluh tahun lagi, dua puluh tahun lagi, tiga puluh tahun lagi atau bahkan beberapa menit saja dari sekarang. Semua itu tidak bisa diprediksi. Yang jelas sampai detik ini ada HIDUP yang mesti dijalani.
"Terus terang aku tidak mau mati di usia tua!" pernah terlontar kata2 itu dari mulutku. "Bayangkan saja, betapa sengsaranya kita, jika sudah tua, tuli, mata rabun, badan bongkok dan kita nggak mati2?!"
"Dasar sinting, Lu!" seorang teman menyahut. "Banyak orang pengin berumur panjang, dikau malah minta dipendekin!" ia menggerutu lagi.
"Lho..ini serius, pren! Bukannya minta pendek umur atau tidak bersyukur akan hidup. Aku hanya tidak bisa membayangkan, seandainya diberi kesempatan hidup lebih lama lagi, apakah aku akan bersyukur atau malah menyesali diri. Sekarang saja, trenyuh rasanya melihat mereka yang sudah berusia lanjut, tidak bisa apa2, tapi tidak mati2! Belum lagi jika anak2 yang seharusnya merawat dan mengurus mereka di usia tua serba tidak peduli dan lebih mementingkan diri sendiri. Aku tidak sanggup membayangkan jika berada di posisi itu!" aku menambahkan.
Temanku geleng2 kepala. Aku mengangguk-anggukkan kepala. Satu menggeleng, satu mengangguk. Jaka Sembung bawa golok. Jadi sebenarnya, perasaan gamang ini karena aku takut hidup atau takut mati ya?
Pernahkah kalian berpikir, sebelum kita ada, dimanakah adanya kita? Jika pada akhirnya tiada, mengapa Tuhan meng-ada-kan kita? Tiada - ada - tiada. Nothing. Seperti banyak nasehat yang kutemukan dalam komik Kho Ping Hoo jaman kecilku dulu pada akhirnya kita semua akan menuju ke ketiadaan. Jadi sebenarnya, apakah inti dari hidup itu sendiri jika pada akhirnya harus mati?
Bukannya semakin terang, aku semakin gamang. Entah ini efek dari tambah umur atau efek dari kematangan hidup aku tak tahu. Entah karena anak2 terlihat semakin besar dan semakin pintar atau karena aku yang semakin terlalu protektif dan terlalu banyak bicara aku juga tak tahu. Betul2 merasa nggak jelas gitu loh...!
Jadi kata suamiku : "Ayo....bangun...bangun....! Mau mati muda atau tua, jangan pernah menyia-nyiakan hidup. Takut boleh, tapi pesimis jangan! Apa yang sudah diberikan kepada kita, tidak pernah akan sia2 adanya....selagi kita senantiasa berpengharapan dalam iman!"
Is that true?