Kalau dilihat dari kata dasarnya, gerutu, penggerutu artinya orang yang suka menggerutu. Beda2 tipis saja dengan orang yang suka mengeluh, hanya saja lebih spesifik karena biasanya selain mengeluh, seorang penggerutu akan menandai wajahnya dengan mimik bersungut-sungut alias pasang wajah "jutek".
Manusia yang hobinya menggerutu, bisa kujamin tidak akan bahagia hidupnya dunia akhirat. Bayangkan saja, apapun peristiwa yang menimpa hidupnya, pasti ditanggapi dengan gerutuan. Segala sesuatu yang tidak sejalan dengan pemikiran dan keinginannya pasti dianggapnya salah. Semua salah, yang benar hanyalah dirinya semata. Jika sesuatu berjalan sesuai dengan keinginannya, ia akan diam sementara waktu, untuk kemudian menggerutu kembali, dengan tetap menyalahkan orang lain atas segala sesuatu yang telah terjadi. Bagi seorang penggerutu, tidak ada manusia lain yang benar di dunia ini selain dirinya sendiri.
Menurutku, semua orang pasti pernah mengeluh dan bersungut-sungut dalam hidup. Tidak terkecuali aku. Bahkan, jika sedang khilaf, aku pun bisa menggerutu kepada Tuhan ,"Hadeh, Tuhan......ternyata jadi ibu itu capek banget....dll.....dll.....!" Gerutuan2 kecil tersebut lama-kelamaan akan menjadi bumerang jika kita tidak bisa mengontrolnya. Intinya bukan pada gerutuannya. Tetapi pada banyak rasa yang biasanya menjadi pemicu utama mengapa seseorang bisa menjadi seorang penggerutu. Rasa marah, benci, iri hati, merasa diperlakukan tidak adil, sombong, mau menang sendiri, tidak pernah puas, dsb. Jika kita tidak mampu mengendalikan semua rasa ini, maka dijamin kita akan menjadi seorang penggerutu abadi.
Aku jadi ingat dengan teman masa kecilku dulu. Meskipun dalam hal materi berlimpah ruah, tapi wajahnya senantiasa terlihat bersaput mendung. Sering aku dibuat terheran-heran, mendengar segala gerutu yang tidak pernah habis dalam hidupnya. Padahal dalam segala hal ia tidak pernah berkekurangan. Tapi mengapa ia menghabiskan waktunya dengan sia2? Sibuk "membahas" urusan orang lain dan sibuk mencari-cari kesalahan tanpa ada ujung pangkalnya. Menurutku, ia tidak pernah punya waktu untuk bahagia karena ia sendiri yang membuatnya seperti itu.
Pesanku, jika suatu hari bertemu dengan seorang penggerutu, janganlah kita terbawa arus dengan ikut2an memanas-manasi suasana. Berusahalah bertindak bijak dengan hanya menjadi pendengar yang baik. Semakin dipanasi, tentu saja suasana akan menjadi semakin panas dan masalah akan menjadi semakin tidak jelas. Tetapi jika kita "adem"kan dengan kata2 yang menyejukkan, maka segala gerutuan akan berubah menjadi kata2 indah yang bermakna ungkapan syukur. Kata2 yang akan membawa orang tersebut kepada hidup yang lebih baik dan mampu memandang dunia ini dengan mata yang lebih indah.
Sejatinya, hanya orang yang tahu bersyukur, yang tahu akan makna bahagia!