Martina Felesia
Sebenarnya aku mau menulis ini berbulan lalu. Jika akhirnya baru hari ini aku sanggup untuk menulisnya, itu hanyalah masalah "hati".  Waktu itu hatiku masih terasa begitu tersayat, saat berita bahwa Mbak May sakit begitu mengagetkan dan membuatku shock. 

Mbak May.  Nama lengkapnya Marwiyah.  Berbau khas melayu.  Memang mbak May adalah orang melayu.  Cantik, berkulit putih, berhidung mancung, bermata dan berwawasan cerdas.  Lulusan salah satu akademi sekretaris ternama di Jakarta.  Mungkin karena terbiasa bergaul dengan banyak orang dari berbagai daerah, maka ia tidak pernah berpandangan sempit dan gampang menghakimi orang lain (ia bahkan tidak peduli apakah aku Kristen atau tidak).  Secara kasat mata, ia adalah orang yang menyenangkan dan tidak membosankan.

Mbak May dan aku pernah duduk dalam satu ruangan.  Kami hanya dibatasi oleh pintu kaca dan sekat2.  Ia pernah menjadi  teman curhatku di dalam ruangan kantor yang serba kaku dan membosankan.  Berbincang dengannya selalu kurasakan penuh warna.  Santai namun mencerahkan.  Penuh dengan komitmen dan selalu konsisten dengan kata2nya.  Katakan ya kalau ya dan tidak kalau tidak. Salah satu kekonsistenannya  ketika ia memutuskan keluar dari perusahaan karena merasa "nggak ada kerja".  Takut makan gaji buta!

Dan beberapa bulan yang lalu aku mendengar kabar mbak May sakit.  Sakit parah.  Sakit yang mungkin tidak semua perempuan akan sanggup untuk menanggungnya.  Membuatku terhenyak.  Terdiam tanpa kata.  Hatiku perih.  Mengapa, Tuhan?  Mengapa orang sebaik dia harus mengalami hal yang menyedihkan?  Aku tidak mau menangis meskipun air mataku mengalir deras.  Aku tidak mau bersedih meskipun hatiku seperti tersayat sembilu.  Dan seperti manusia pada umumnya, aku berusaha menyalahkan Tuhan untuk itu.  Mengapa, Tuhan?

Saat aku datang dengan berderai air mata, ia mendekapku erat,"Hei.....kenapa nangis?!  Mbak May saja nggak nangis!" ia menghiburku.  Masih tetap seperti dulu.  Tegar dalam setiap kata2 dan selalu memandang segala sesuatu dari segi positifnya.  Ia tetap tersenyum.  Bercerita seperti biasa.  Ia dengan penampilan seperti sekarang mungkin tidak pernah lagi secantik dulu, tapi bagiku ia tetaplah mbak May yang cantik dan cerdas.  Ia bisa membuktikan bahwa dalam kedukaan kita tidak boleh menyalahkan Sang Pemberi kehidupan, apalagi melemparkan hujatan.  Mbak May tetap bersyukur karena diberi kesempatan untuk apapun juga dalam hidupnya.  Suami yang baik, anak2 yang lucu, serta sanak saudara yang mendukungnya.  Apapun yang terjadi, ia berusaha menerima semuanya dengan ikhlas hati.  Hari itu, mbak May telah mengajarkan kepadaku, apa arti BERSYUKUR yang sesungguhnya.......!  
 
* Cepet sembuh ya mbak.........Tuhan mencintaimu.  Dia tahu yang terbaik untukmu.  Kukirimkan doa dari kedalaman jiwaku....selalu.....selalu ......Amin.

Label:
0 Responses