Mohon kehadiran orangtua murid pada hari Sabtu, 29 Juni 2013 pukul 08.00 WIB sampai selesai, guna mengikuti :
1. Seminar pendidikan
2. Pentas Seni dan Budaya murid-murid
(Dilanjutkan dengan serah terima raport kenaikan kelas)
Demikianlah isi undangan dari sekolah si Sulung. Karena terima raport merupakan hari spesial, maka kami (aku dan misua) sepakat untuk ambil cuti. Rencananya habis ambil raport langsung menggiring anak2 ke Time Zone atau kemana saja yang mereka suka. Itung2 sebagai hadiah kenaikan kelas.
Sebagai orang yang nggak pernah bisa "nelat", jam delapan kurang aku sudah siap. Kebetulan si Sulung sudah berangkat duluan karena harus buka lapak untuk jualan puding. Jadi tugasku tinggal mengamankan dua adiknya yang sejak pagi juga tak kalah sibuk karena tahu akan diajak ke sekolah kakak. Dengan mengira-ngira bahwa acara akan "sengaja" dimulai telat, maka kami berangkat dari rumah pukul delapan tet.
Lha kok ndilalah, di tengah jalan adaaaa saja halangannya. Pertama, perutku tiba2 melilit nggak karuan. Toleh kanan, toleh kiri, nggak ada satu pun tanda2 ada WC umum. Terpaksa sudah separuh jalan putar balik pulang ke rumah. Mau gimana lagi. Dengan wajah tanpa dosa aku pura2 nggak lihat wajah misua yang mulai kusut. Yang penting masalah membuang hajat ini harus segera diselesaikan secara kekeluargaan. Urusan mendengarkan omelan itu belakangan.
Selesai dengan masalah pertama, berlanjut dengan masalah kedua. Ban ketancep paku dan harus ditambal. Mau nggak mau harus belok dulu ke bengkel untuk menambal ban. Byuuh.....aku mengelap keringat! Kalau kayak gini terus kapan nyampainya di sekolah? Dengan menyabar-nyabarkan hati, kami terpaksa mengikuti dua jadwal "tambahan" yang tidak terencana sebelumnya. Jam setengah sepuluh barulah sampai dengan selamat di sekolah.
Sesampainya di sekolah, ratusan manusia sudah tumplek blek. Kirain sudah sangat2 telat. Ternyata baru nyadar kalau sang Kepsek baru memberikan kata sambutan.
"Baru mulai,ya Bu?"sok akrab aku bertanya kepada seorang ibu.
"Iya, tuh! Baru saja mulai!" ibu itu membalasku ramah.
"Ooooo....makasih ya, Bu!" aku beranjak mencari tempat. Mendekati kerumunan murid2 yang lagi sibuk buka stand bazar. Mencari-cari si Sulung dengan dagangannya.
Yang kucari-cari tengah asyik bergerombol dengan teman2 lainnya. Bukannya berjualan, kulihat dia malah sibuk bernarsis ria. Saat kutanya, katanya petugas jualan sudah ditunjuk tersendiri. Jadi meskipun dia bawa barang dagangan, tidak harus dia yang menjual. Ada temannya yang sudah ditunjuk untuk menjaga barang dagangan. Yo weslah, daripada berdebat nggak jelas dan jadi tontonan anak2, dengan sangat terpkasa aku ikutan memborong barang dagangan teman2nya yang lain. Gimana lagi, dua orang kurcaci yang kubawa rupanya tidak tahan juga harus melihat begitu banyak makanan yang dijual oleh para kakak.
Jam 10.30 acara dilanjutkan dengan Seminar Pendidikan (katanya). Teorinya sih memang seminar pendidikan. Kenyataannya ternyata "jualan" produk les yang dibawakan oleh salah satu penyelenggara les terkemuka dari Jogya. Ya...begitulah! Dalam kungkungan udara panas dan berdebu para pembicara tersebut sibuk jualan "jamu". Kurasa dari sekian ratus orang hanya beberapa orang saja yang memperhatikan. Kulihat hampir semua orangtua sibuk ngelap keringat, kipas2, menguap, dan bahkan ada yang terkantuk-kantuk (bagian yang ini tentu saja yang duduknya paling belakang). Bisa dibayangkan kan suasananya? Berbicara mengenai pendidikan di bawah tenda tengah lapangan, di bawah terik matahari dan debu terbang kemana-mana. Di selingi dengan celotehan bising para murid yang tentu saja memang dari sononya emang susah untuk dihentikan.
Penat menunggu, aku jalan2 sepanjang koridor sekolah. Ternyata di sepanjang bangku beton depan kelas, sudah penuh dengan para wali murid. Kebanyakan sih emak2. Lha yang Bapak2 kulihat lebih memilih duduk manis di bawah tenda mendengarkan ceramah yang tidak kunjung habis. Aku hanya bisa bertanya dalam hati, bagaimana nasib anak2 yang katanya mau pentas kesenian ya? Kulihat beberapa di antaranya sudah meleleh-leleh makeup di mukanya. Jadi, mau jam berapa sih dimulai pentas seninya?
Hampir jam 12 siang, kami dipersilahkan masuk ke kelas masing2 untuk terima raport. Saat menerima raport, kulihat anak2 tampil di atas panggung dengan ditonton.....ratusan kursi! Lha kursinya sudah kosong melompong. Semua pada masuk kelas masing2 untuk mengambil raport. Yang sudah terima raport pun tidak mau lagi menghabiskan waktu untuk duduk2 di depan panggung nontonin band Noah jadi2an. Kebanyakan memilih langsung pulang. Jadilah para artis dadakan itu kayak hantu. Menari, menyanyi dan baca puisi di atas panggung tanpa ada penonton. Kasihan bin mesakno, kan?!
Saat terima raport pun, kami berdua dibuat ternganga. Raport belum jadi! Hanya selembar kertas bernilai raport sementara yang bisa dibawa pulang.
"Nggak usah komen," kata Ayah. "Bikin tambah sutris!"
Mendengar nesehat (yang terdengar) bijak tersebut, mau nggak mau aku menahan diri untuk tidak komen. Tapi tetap saja aku "nggondok" berat. Lha yok opo seh, Rek! Katanya sekolah favorit! Sudah kenaikan kelas kok raport belum jadi. Sekolah menyalahkan Dinas Pendidikan. Dinas Pendidikan entah menyalahkan siapa lagi. Pokoke serba salah kalau memang mau ditanyakan. Daripada nanti ribut, yo wes terima saja. Kan si Sulung nggak sendiri. Yang penting nilainya bagus dan naik kelas. Dapat ranking lima lagi!
Sudah setengah satu ketika acara usai. Kedua adik sudah rewel saling mengusili satu sama lain. Sama2 capek dan panas. Melihat suasana yang tidak kondusif lagi, kami sepakat untuk langsung pulang saja. Tidak jadi klayapan. Waktu klayapan akan disesuaikan dengan suasana hati yang lebih fresh dan tidak dilanda kepenatan. Semua angkat tangan. Setuju untuk hunting malam harinya. Si Ayah hanya bisa ngangguk-angguk. Mau gimana lagi? Suara terbanyak sudah pasti yang menang.
Jadi, aku hanya bisa membayangkan, what's the next story from the school?
#edisingambilraport-di-smpn3batam