Semenjak ada instruksi untuk tidak menyimpan barang pribadi di kantor, akhirnya aku berkesempatan memboyong seluruh harta bendaku, yang selama ini kutitip simpan di kantor. Ada setumpuk majalah Intisari, setumpuk Donal Bebek, puluhan novel Agatha Christie, John Grishsam, Sydney Sheldon, dan lain-lain. Saking banyaknya aku harus mengangkutnya dalam beberapa kloter di kantong terpisah.
Ya, setiap pulang kerja aku mengangkut satu kantong buku. Istilahnya dicicil. Diangkut sedikit demi sedikit supaya tidak ada yang tertinggal. Kalau harta orang lain mungkin berupa emas permata intan dan perak, aku hanya punya buku-buku thok thil. Nilainya bagiku lebih dari segala-galanya. Melebihi koleksi Tupperware di rumah. Mending hilang tupperware daripada hilang buku...hehehe. Dalam tempo beberapa hari akhirnya bersih juga isi lemari di kantorku. Isinya tinggal pakaian olah raga dan beberapa dokumen lama yang memang untuk lebih amannya harus disimpan di dalamnya.
Mungkin ada yang bingung, buku-buku kok bisa disimpan di kantor. Mengapa tidak di rumah saja, lebih mudah dicari dan dibaca. Masalahnya buku-buku itu sebagian dibeli untuk bisa dibawa dan dibaca di kantor. Sebagian lagi memang diantar secara berlangganan menggunakan alamat kantor. Jadi basic penyimpanan ya memang di kantor. Kalau di rumah, jujur saja saya tidak yakin akan punya waktu untuk membacanya. Urusan rumah dan urusan plekethikan di luar yang tidak kunjung habis, tidak memungkinkan untuk membaca dengan tenang. Kalau di kantor, tinggal tutup pintu jam istirahat, dan membacalah dengan maksimal.
Memboyong buku-buku dalam jumlah yang banyak bukan urusan mudah. Apalagi di rumah, tempat penyimpanan terbatas. Setelah diangkut, untuk sementara waktu terpaksa disimpan dulu campur-campur dengan barang yang lainnya. Takut hilang sih tidak. Takut dimakan tikus iya. Soalnya tikus-tikus zaman milenial ini apa-apa serba dimakan. Tutup botol minyak habis dikrikiti. Tepung terigu pun doyan. Apalagi buku-buku yang berdesakan. Bisa-bisa dipikirnya bahan pangan baru dong.
Untunglah ada lemari kecil warisan seorang teman yang sudah pulang kampung. Lemari itulah yang akhirnya kubersihkan, kuhias cantik dengan kertas kado, dan kupakai menyimpan buku untuk sementara waktu. Yang penting aman dulu. Urusan lemarinya bagus atau tidak urusan belakang. Tuan dan nyonya bermoncong panjang kurasa akan kesulitan untuk menerobos ke dalamnya. Yang penting buku-bukuku, hartaku, selamat dulu.
Tahun ini, karena efek pandemi yang tak kunjung usai, buku-buku pun berlomba-lomba minta dibaca lagi. Jadi, karena kasihan, mulailah kubaca ulang. Satu persatu buku Agatha Christi kubaca lagi. Tapi hanya bertahan beberapa saat. Itu karena aku lagi hobi main Sudoku di handphone. Jadi keinginan membaca terkendala beberapa saat. Pertama karena mata yang sudah mulai ngantukan setiap dipakai membaca. Kedua ternyata main Sudoku bisa bikin nyandu. Buktinya sekali main aku tidak bisa, eh, susah untuk berhenti. Ya, akhirnya ada sebagian buku yang kutenteng di tas, dengan harapan bisa dibaca di kantor nantinya.
Semoga setelah wabah ini berakhir, aku berharap bisa jalan-jalan lagi ke toko buku. Beli online sih bisa, tapi keasyikan memilih dan memilah buku mana yang ingin dibeli itu tak tergantikan dengan apa pun juga.
#MissGramedia