“Kalaulah ada apem di loyang, bolehlah kita ikut cicipi. Sehensem-hensemnya suami orang, tetep lebih
hensem suami sendiri”. Yang jomblo
dilarang baper. Pantun ini memang dikhususkan untuk para
istri yang mencintai suaminya, terutama saat tanggal muda (emoticon senyum
lebar). Jadi kalau masih ada yang
memuji-muji suami orang lain sementara suami sendiri tidak pernah dipuji, ya mbuh maneh. Yang jelas itu bukan saya! Saya mah orangnya komit. Kalau sudah yang itu, ya ituuuuu saja. Mau tanggal muda, mau tanggal tua, suami saya
tetep jadi yang terhensem...hehehe.
Hari Jumat
barokah! Pagi-pagi matahari bersinar
cerah. Terik malah. Kusempatkan untuk berjemur setengah jam di
belakang kantor. Mau kubilang di
belakang toilet kok nggak enak bunyinya.
Karena tempat berjemur yang bagus memang terletak di area belakang
kantor, samping toilet. Di situ ada dua
tempat shit up terbuat dari beton. Enak berjemur di situ. Jadi kalau capek berjemur sambil berdiri, ya
berjemur sambil duduk. Berdiri,
duduk. Berdiri, duduk. Begitu terus selama setengah jam. Yang penting berjemur dan keluar keringat. Tidak masalah berjemur sendiri karena toh
memang harus jaga jarak dengan manusia lainnya.
Itung-itung mematuhi protokol kesehatan menuju hidup “New Normal”.
Tak lama setelah
selesai berjemur, eh, ndilalah hujan
turun dengan lebatnya. Padahal langit
masih terik. Seperti hujan dadakan. Hanya sebentar,
tapi cukup deras. Untunglah sudah
selesai berjemur. Kalau tidak, bisa-bisa
tiga hari berturut-turut ini tidak ada acara jemur-menjemur lagi. Besok sudah
Sabtu, Minggu dan Senin bertanggal merah.
Selasanya, biar pun tanggalnya berwarna hitam tetap tidak bisa berjemur
karena aku ambil cuti. Kalau di rumah,
malas keluar kalau sudah berada di dalam.
Jadi satu-satunya kesempatan untuk menggosongkan
badan memang di kantor. Meskipun pada
dasarnya sudah gosong, tetap harus percaya diri dong.
Paling tidak
menyenangkan di hari Jumat itu karena jam kantor terasa sangat lama pakai banget.
Meskipun istirahatnya 1.5 jam, tetapi pulangnya diperlambat jadi jam
17.30. Nah, menunggu ke jam sekian itu
yang membosankan. Sudah suasana kantor
seperti kota mati lagi. Semua sudah
kayak zombie. Nggak ada yang asoi sama
sekali. Jadi kalau mau ketawa, ya ketawa
sendirilah sekarang ini. Biar saja
dipikir orang gila. Yang penting biarpun lagi wabah bawaannya harus tetap
hepi. Jangan hepinya pilih kasih. Sebentar hepi, sebentar tak hepi. Itu namanya hidup tanpa kepastian. Moody. Kitanya yang tak hepi orang lain yang disuruh
mengikuti. Mana tahu hati orang yang
hepi atau tak hepi itu seperti apa. Ya kan?
Halah, malah melantur.
Aku
terkenang masa-masa menyenangkan sebelum wabah.
Jumat adalah hari yang selalu ditunggu-tunggu. Istirahat, biar pun hanya sekejap, tapi tetap
bisa melancong ke mall terdekat. Dengan
waktu yang hanya 1.5 jam itulah kami semua dibahagiakan dengan gelak tawa dan
canda. Semacam terapi indah setelah
Senin-Jumat harus menghadapi pekerjaan yang memboringkan, eh, membosankan.
Padahal ke mall pun belum tentu membeli apa-apa. Hanya pindah makan siang, bercanda, melalak dan mencari barang
diskonan. Itu pun kami sudah merasa
seperti di surga (padahal surga itu seperti apa juga belum pernah tahu).
Sekarang
istirahat bisanya hanya di dalam ruangan.
Tutup
pintu, matikan lampu. Tanpa teman, tanpa hiburan. Hiburan satu-satunya hanya buku-buku siaran
ulang alias sudah pernah dibaca, TTS terbitan Gramedia Kompas, kertas HVS untuk
menggambar dan handphone untuk bermain Sudoku. Kalau capek ya tidur. Betul, tidur!
Sambil duduk di kursi. Bisa
ya? Bisa! Namanya kepepet itu apa pun bisa. Kalau tidak mau tidur ya itu tadi. Membaca buku dan teman-temannya lagi.
Tidak sabar menunggu liburan lagi. Sabtu, Minggu, Senin dan Selasa. Yang Selasa cuti sendiri. Nekad, meskipun cuti terbatas. Yang penting bisa sejenak bebas. Dinikmati saja mumpung masih dinikmati. Urusan banyak kerja itu urusan belakang. Yang penting hari ini harus hepi!
#Jumat,29Mei2020
#Staysafestayhealthy