Lebaran kali ini tiba-tiba aku ingat Lik Breng. Dia salah satu tetangga di kampungku dulu. Dipanggil Lik Breng karena pikirannya agak kurang waras setelah ditinggal mati suaminya. Waktu itu anak-anaknya masih kecil-kecil ketika dia pindah ke kampungku. Mendapat rumah tinggal gratis dari salah satu yayasan Katolik yang ada di kotaku dan mendapat bantuan dari para tetangga maupun saudara-saudaranya untuk bertahan hidup sehari-hari.
Lik Breng hobinya nabuh kaleng rombeng. Kalau pas stress biasanya dia akan memukul-mukul kaleng dan teriak-teriak menyanyi tanpa tahu waktu. Itu sebabnya dipanggil Lik Breng. Namanya sendiri Lik, entah Lik siapa. Breng karena suka memukul-mukul gembreng alias kaleng rombeng. Aku ingat lagunya yang jadi maskot di kampung kami setiap lebaran: "Riyoyo riyoyo gak nggoreng kopi, nabuh gembreng".
Lagu itu akan diulang berkali-kali sampai capek sendiri. Dan kami dulu anak-anak suka sekali meledek Lik Breng. Bukannya disuruh berhenti kami malah joget-joget melihatnya semangat menyanyi. Tambah semangat kami menari, tambah keras pula Lik Breng memukul gembreng sambil menyanyi. Ah, indahnya masa kanak-kanak. Tidak perlu tahu bedanya waras dan tidak. Yang penting bisa tertawa, menertawakan dan ditertawakan, itu sudah membuat bahagia.
Jika orang lain membatasi diri untuk berelasi dengan Lik Breng, aku tidak. Anaknya yang nomor dua, laki-laki, usia enam tahun di atasku, hobinya sama dengan aku. Baca komik silat. Jenis komik apa saja. Komik bergambar, komik tidak bergambar. Yang penting bisa dibaca ya aku ikut baca. Dan Cuhing tidak pelit orangnya. Setiap dia punya buku baru aku selalu diinfonya. Tentu saja aku dengan senang hati datang ke rumahnya, nongkrong berjam-jam, sambil sekali-kali, atau mungkin berkali-kali diganggu oleh emaknya, Lik Breng, untuk diajak nyanyi. "Ayo, Rin. Nyanyi sek. Ojok moco ae. Engkok gendeng!". Aku cuman bisa ketawa-tawa, sambil sesekali ya, memang ikut nyanyi: "Riyoyo riyoyo gak nggoreng kopi, nabuh gembreng....deng deng deng...deng deng deng!". Terus lanjut membaca lagi.
Sekarang Lik Breng sudah meninggal. Tapi kurasa dia pasti meninggal dalam bahagia. Hidupnya banyak dihabiskan untuk menghibur orang lain. Meskipun terkadang dia juga bisa membuat tetangga darah tinggi mendengar suaranya, tapi minimal orang seperti dia pernah ada. Membawa kegembiraan dan keceriaan untuk semua. Kalau tiba-tiba setelah sekian lama aku mengingatnya, itu mungkin karena bagiku dia adalah orang baik. Di bumi dan di surga. Semoga dia bahagia di tempat yang paling istimewa.
#24Mei2020-Lebaran pertama