Sudah berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan ini saya tidak nonton drama Korea. Kalau biasanya saya menghabiskan akhir pekan dengan leyehan sepanjang hari menonton drakor yang berseri-seri itu, akhir-akhir ini saya lebih suka menonton film serial yang agak menguras adrenalin sedikit. Nonton serial televisi bertema kriminal. Kalau tidak CSI ya NCIS, atau Blacklist, atau FBI, atau SWAT. Semua bertema tentang kebaikan melawan kejahatan. Polisi melawan penjahat. Tentang aparat negara yang bekerja siang dan malam melindungi warganya dari bahaya.
Kemarin-kemarin ketika para netizen di medsos bercerita panjang lebar tentang The World of Marriage saya tidak terlalu tertarik. Apalagi ceritanya tentang perselingkuhan seorang suami yang pada awalnya adalah seorang suami yang baik. Meskipun demikian, sesekali saya sempatkan untuk menonton beberapa episode supaya tidak terlalu ketinggalan berita. Maklum, hampir seluruh lini massa FB bercerita tentang drama tersebut. Bukannya sok iye atau tak iye. Walau pun hanya drama, tapi saya memang alergi sama yang namanya perselingkuhan. Seolah mengingatkan saya tentang banyak hal. Cerita-cerita di sekitar dan penglihatan-penglihatan yang tersamar. Semua pada dasarnya sama, tentang lunturnya sebuah kesetiaan!
Pada dasarnya saya suka menonton drakor karena umumnya bertema romantis. Happy ending atau tidak happy ending selalu disisipi dengan adegan romantis. Romantis betulan, ya! Bukan romantis yang njijiki, menjijikkan. Dalam setiap adegan, apalagi adegan romantis, ada satu masa di mana perasaan kita pun ikut dipermainkkan. Seolah kita mengalami hal yang sama. Rasa pedih, rasa dicintai, para penonton bisa ikut merasakan. Padahal kalau dipikir-pikir, itu semua toh hanya drama. Mengapa kok kita jadinya ikutan baper, terbawa perasaan? Pemain yang natural dan alur cerita yang tidak berbelit-belit, bisa jadi adalah nilai tambah bagusnya drama korea dibandingkan dengan drama buatan negeriku tercinta, Indonesia.
Mengapa saya suka adegan romantis? Mungkin karena saya sendiri bukan tipe orang yang romantis. Saya tidak pernah bisa bermanja-manja atau sok-sok manja dengan pasangan. Saya tipe biasa-biasa saja. Bukan tipe perempuan yang senang dikirimi bunga atau diajak makan malam di sebuah tempat dengan candle light di sekeliling meja makan. Bukan juga tipe yang suka mengirim kata mesra atau bertelepon ria panjang-panjang. Seperti saya bilang sebelumnya, saya orangnya to the point saja. Kalau cocok ayo, kalau tidak ya lupakan! Itu sebabnya saya agak ngidola dengan drakor. Semua seolah mewakilkan diri saya yang notabene tidak romantis menjadi orang yang tiba-tiba romantis. Bagaimana mengungkapkan rasa cinta yang tidak vulgar dan membuat ingin muntah. Itu semua ad di drama korea.
Meskipun kata orang drakor itu cocoknya untuk orang muda, bukan untuk mamak-mamak kayak saya, tapi saya mah cuek-cuek saja. Prinsip saya begini, apapun yang menghibur dan bisa menjadi hiburan ya pergunakan saja sebaik-baiknya. Toh bukan berarti kalau saya nonton Lee Min Hoo terus saya ingin pasangan saya berubah jadi seperti dia, bukan. Itu hanya drama. Hanya hiburan. Hiburan itu dibuat memang untuk menghibur. To entertain. Jadi jangan sampai kita jadi baper, terus merasa setiap orang yang menaruh perhatian pada kita, sedang jatuh cinta sama kita. Ujung-ujungnya kita jadi GeEr. Gede rasa. Padahal nggak segitunya juga kali! Semoga saya, kita semua, orang-orang pencinta drama korea tidak baperan, dan bisa membedakan, mana dunia maya dan mana dunia nyata. Semoga!