Martina Felesia

Klepon

Nama yang kuberikan untuk anak anjing pemberian teman, yang kami adopsi karena situasi dadakan.   Pada mulanya seorang teman lainnya memesan anak anjing untuk dijadikan penjaga di kebun sayurnya.  Tetapi tidak disangka bahwa kebun sayur kebanggaannya itu ternyata mendapat musibah kena giliran digusur oleh pemerintah karena memang berada di lahan yang notabene memang bukan miliknya.  Jadi, mau tidak mau, acara booking membooking anak anjing menjadi terkendala karena sudah terlanjur dibooking dengan pemiki aslinya.  Atas nama pertemanan yang pada dasarnya harus bersikap adil dan bijaksana seperti janji pramuka dalam Dasa Darma, akhirnya diputuskan untuk membawa pulang si anak, eh, anjing adopsi tadi.

Pertama kali masuk rumah si anak anjing belum punya nama.  Kami terlalu asyik mengatur dan fokus supaya lolongannya tidak mengganggu tidur kami di malam hari sehingga tidak sempat memikirkan namanya.  Jangan tanya kenapa namanya Klepon.  Bulunya berwarna campuran coklat muda, coklat tua, hitam dan putih.  Harusnya lebih cocok dengan nama Milo atau Brown.  Tapi aku lebih tertarik dengan nama Klepon yang awalnya dieja sebagai Kleopon.  Harusnya dipanggil Kleo.  Tapi lidah keburu meluncur dengan nama Klepon.  Yo weslah!  Namanya sah Klepon meskipun bulunya tidak berwarna hijau.  Hanya saja karena tanggal lahirnya sama dengan anak lanangku, maka nama harus sesuai dengan persetujuannya.  Dan disetujui itulah namanya.

Si Klepon ini, mungkin karena dari kecil sudah dimanjakan jadi agak rusuh tingkahnya.  Karena asyik melolong dan menangis karena ditempatkan dalam kandang, akhirnya kami sepakat untuk mengeluarkan dan membiarkan dia berlari ke sana kemari sesuka hati. Waktu dimasukkan ke kandang lagi, kembali meraung dan melolong-lolong menyedihkan.  Akhirnya, dengan sangat terpaksa, si Bungsu harus menjadi pengasuh selama beberapa hari dan mengajak tidur satu kasur di kamarnya. Tingkahnya lasak banget dan bahkan lebih lasak dari yang punya rumah.  Beruntunglah dia mau kencing dan buang air besar di pasir, menggunakan tempat bekasnya Kepin, kucing kami yang sudah mati belum lama ini.  Jadi, tidak membuat emosi aku, sebagai komandan di rumah, yang mungkin adalah satu-satunya penghuni rumah yang menolak untuk memelihara apapun lagi di rumah kami.

Semenjak ada Klepon, aku mulai rajin berteriak lagi.  Dulu si Kepin kucing kami juga lasak.  Kalau dimarah terus memasang wajah unyu-unyu.  Dan sekarang juga sama saja.  Si Klepon, dengan kenakalannya sebagai anak anjing, sering memasang wajah tak kalah unyu-unyu kalau dimarah jika sudah mulai bertingkah.  Dan rutinitasnya tetap sama.  Aku yang pada awalnya menolak, menjadi orang yang paling ditunggu oleh si Klepon sepulang kerja. Kesimpulannya, bagaimanapun juga, kehadiran satu ekor peliharaan di rumah diakui atau tidak bisa menjadi bagian dari healing juga. Ada rasa gembira setiap pulang ada hiburan.  Dan ada rasa sayang yang tidak bisa dilukiskan setiap memandang tatapannya yang lucu sekaligus menyebalkan.  Klepon sekarang menjadi raja di rumah kami!

Foto akan ditayangkan menyusul....next time maybe!

Label:
0 Responses