Martina Felesia

"Bagaimana rasanya nggak kerja lagi, mbak?" seseorang bertanya lewat japri.

"Rasanya?  Yaaa......biasa saja sih!" aku menjawab santai.  

"Bosen nggak?" dia bertanya lagi.

"Bosen?  No way!" jawabku sembari ngakak pakai emoticon.

Jujur saja aku memang merasa biasa saja setelah hampir satu bulan jadi "pengangguran".  Bisa jadi karena baru hari ke-26.  Bisa jadi juga karena kemarin-kemarinnya aku masih punya setumpuk kegiatan yang terbengkalai karena alasan pekerjaan, yang sudah kumasukkan list untuk diselesaikan.  Belum lagi pekerjaan mamak-mamak di rumah yang kalau dipikir-pikir seperti tidak ada habisnya.  Jadi...bosan?  No way!  Belum aja kali 😋

Pertama kali memutuskan untuk resign, rasanya memang berat sekali.  Selain membayangkan masalah finansial yang secara otomatis akan berkurang, sempat juga terpikirkan ketidakmampuan untuk duduk diam di rumah, setelah hampir separuh umur dihabiskan untuk bekerja.  Tetapi mengingat hal-hal yang lebih "penting" dari semua itu, segala kekuatiran rasanya hilang lenyap begitu saja.  Pada akhirnya, kesehatan mental menjadi alasan utama untuk segera meninggalkan lingkungan kerja yang serba toxic dan penuh drama.  Karena bagaimanapun juga, usia kepala lima bukanlah waktu yang tepat untuk menumpuk berbagai macam penyakit hanya karena terkena gangguan jiwa.

Jadi, di sinilah aku sekarang.  Menikmati hidup tanpa vertigo sambil momong anjing peliharaan di rumah.  Rasanya seperti terlepas dari beban berat yang menggantung di pundak.  Tidak perlu memikirkan jam kerja atau kolega yang gila.  Tidak perlu memikirkan pekerjaan dan perintah-perintah yang tidak masuk akal.  Semuanya serba depend on me, not him or her or them.  Kalau bisa digambarkan, mungkin kebebasan seperti inilah yang disebut "surga".  Semua serba cerah ceria dan membahagiakan.

Bisa jadi dalam satu bulan ke depan, aku masih akan menikmati hidupku.  Menulis, membaca, bersih-bersih rumah, sedikit "bergunjing" dengan tetangga kalau perlu, dan lain sebagainya.  Semuanya ingin kunikmati dulu, sebelum mengerjakan banyak hal yang harus menjadi prioritas.  Yang jelas, di hari ke-26 menjadi seorang pengangguran, aku masih merasa bahagia, karena bisa lepas dari segala hal yang membuatku merasa seperti seorang pesakitan.  Tidak perlu lagi diingat hal-hal buruk di belakang. Tidak guna mengenang kepahitan-kepahitan yang memang tidak pantas untuk dikenang. Sekarang saatnya untuk memanjakan diri sendiri dan keluarga.  Saatnya untuk menyembuhkan luka dan saatnya untuk mengerjakan banyak hal yang tertunda.

 Bye-bye  toxic environment!

Label:
0 Responses