Multiple Myeloma atau sering disebut MM saja adalah sejenis kanker yang menyerang sel plasma darah. Sel plasma yang sehat membantu melawan infeksi dengan membuat antibodi mengenali dan menyerang kuman. Pada kanker MM sel plasma menumpuk di sumsum tulang sehingga mengeluarkan sel darah sehat. Alih-alih menghasilkan antibodi yang bermanfaat, sel kanker malah menghasilkan protein abnormal yang dapat meyebabkan komplikasi kesehatan.
Hingga saat ini belum diketahui secara pasti penyebab dari penyakit ini. Hanya saja antibodi abnormal yang dihasilkan dapat menyebabkan gangguan masalah kesehatan seperti kerusakan ginjal dan kerusakan tulang yang otomatis dapat meningkatkan resiko patah tulang. Gejala penyakit ini antara lain adalah: nyeri tulang, tulang keropos, pendarahan, anemia, hiperkalsemia, gagal ginjal, kesemutan, dan rentan terhadap infeksi terutama infeksi saluran nafas. Hanya saja semua gejala di atas harus dibuktikan terlebih dahulu dengan pengecekan kesehatan secara menyeluruh untuk memastikan apakah seseorang menderita penyakit kategori langka tersebut atau tidak.
Dan selama tiga tahun terakhir ini bapakku sedang berjuang melawan penyakit langka tersebut. Aku ingat tiga tahun yang lalu saat misa virtual malam paskah, aku mendapat kabar dari kampung bahwa beliau harus masuk rumah sakit. Kupikir hanya sakit biasa karena sebelumnya memang sering keluar masuk rumah sakit karena faktor usia. Tetapi hasil medical check up terakhir sungguh mengejutkan kami semua. Tidak menyangka bahwa bapakku akan terkena kanker MM. Mendengar saja sudah membuat nyali ciut, apalagi harus mengalaminya.
Pertama-tama kami sepakat untuk tidak memberitahu beliau hasil check up demi menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Belajar dari pengalaman, biasanya seseorang yang didiagnosa kanker akan langsung kena mental dan sakitnya bisa tambah parah. Jadi, sementara waktu sama adikku hanya dibilang sakit anemia, kurang darah. Sampai beberapa bulan kemudian bapakku tahu sendiri bahwa beliau menderita leukemia karena curiga sakitnya tidak kunjung sembuh dan masih harus rutin berkunjung ke rumah sakit.
Entah karena sudah capek sakit ditambah dengan rasa pasrah yang luar biasa, ekspresi bapak biasa-biasa saja. Tidak ada raut wajah takut atau apa. Beliau menerima penyakitnya dengan legowo, dengan besar hati. Dan tanpa terasa tiga tahun telah berlalu. Kalau dulu dokter mengatakan "harapan" hidup mungkin hanya sekitar dua tahun atau bisa jadi kurang dari itu, bapak malah sanggup melewati sampai hampir tiga tahun. Memang bapakku terlihat semakin tua, tetapi secara kasat mata beliau terlihat seperti biasa-biasa saja, normal seperti orang seusianya. Meskipun harus rutin kontrol bolak balik ke rumah sakit, semua dijalani dengan senang hati.
Dan tahun ini, bulan ini, penyakit tersebut sepertinya sudah makin terlihat nyata. Kalau kemarin-kemarin bapak tidak perlu ditransfusi darah dan sanggup menahan beban penyakitnya, sekarang harus menerima tranfusi karena kadar HB darah yang terlalu rendah untuk ukuran seharusnya. Harus opname. Tunggu seminggu lagi dan kalau HB masih turun harus tranfusi lagi, demikian seterusnya. Beruntunglah kami terbantu dengan program BPJS. Semua biaya pengobatan dan transfusi ditanggung sepenuhnya oleh BPJS (Terima kasih, Pak Jokowi dan pemerintah). Kalau tidak bagaimana mungkin kami sanggup menanggung biaya pengobatan yang bisa jadi sangat luar biasa bagi kami, keluarga dengan kondisi ekonomi yang biasa-biasa saja ini?
Terlepas dari semua itu, aku dan keluarga sudah sepakat, untuk bersiap siaga. Memang tidak ada yang tahu umur manusia, tetapi tetap tidak boleh mengesampingkan yang namanya logika. Perasaan memang tidak bisa dielakkan, tetapi kenyataan di depan mata tetap harus diterima. Apapun yang terjadi, mau tidak mau kami harus siap. Seperti kata dokter, sewaktu-waktu batas kekuatan akan ada habisnya. Dengan berpasrah dan menerima, maka semuanya akan terasa BAIK-BAIK saja.
#dalam keheninganMu, yaTuhan 💓