Martina Felesia

Dulu ada seorang atasan yang sukanya memaki anak buah dengan sebutan "Hipokrit!"  Dikit-dikit hipokrit, dikit-dikit hipokrit.  Seiring berjalannya waktu ternyata dia sendiri yang hipokrit.  Munafik level atas.  Gayanya sih alim banget, relijiyes kata orang.  Saking alimnya sampai orang segan untuk melakukan hal yang aneh-aneh di depannya.  Takut beliaunya tersinggung.  Tapi ternyata ya begitulah.  Kenyataan ternyata lebih menyakitkan dari pengandaian.  Tidak perlu berandai-andai waktu jualah yang akhirnya membuktikan apakah kata-kata hipokrit itu cocok disematkan kepada orang lain atau dirinya sendiri.

Itu cerita tentang atasanku, dulu!  Sekarang pun sebagai manusia aku juga sering merasa begitu.  Sering bersikap munafik.  Bersifat mendua.  Di satu sisi doaku panjang-panjang saat meminta.  Di sisi lain sebenarnya aku tidak menginginkan apa-apa.  Di satu bagian ingin menunjukkan bahwa aku ini baik-baik saja.  Berusaha keras memperlihatkan kepada orang lain bahwa aku ini manusia yang jauh dari noda dan salah. Tapi di bagian lain hatiku kosong dan hampa, pekat dengan kedegilan dan kepuasan diri sendiri.  Aku jadi merasa seperti orang-orang di Yerusalem, yang kemarin mengelu-elukan Yesus saat Minggu Palma, dan pada hari yang sama antusias ingin menyalibkanNya.

Dalam hidup ini, memang demikianlah kita.  Sering mendua muka dengan alasan ingin menyelamatkan marwah.  Menjaga harga diri!  Padahal sebenarnya kita sedang berusaha menyelamatkan diri sendiri.  Tidak apa mendua muka, yang penting selamat!  Tidak peduli orang lain mengalami masalah, yang penting jangan aku saja!  Tidak masalah orang lain celaka, tapi jangan sampai keluargaku!  Tak apa menerima bantuan dari koruptor, yang penting kampungku kebagian!   Tidak perlu pusing seandainya ada orang yang "terlempar" dari tempat kerjanya karena aku, toh itu bukan urusanku!  Bagiku, kepentinganku lebih penting untuk diselamatkan daripada kepentingan orang lain.

Dan aku, sekali lagi jadi merasa seperti orang-orang di Yerusalem saat Minggu Palma kemarin.  Merasa menjadi bagian dari orang-orang yang sering mendua hati.  Seperti kuburan yang di luar terlihat indah sementara di dalamnya penuh dengan kebusukan.  Takut dengan penilaian dan penghakiman yang diberikan orang lain tetapi tidak takut dengan bisikan suara hati.  Selalu demikian.  Hari ini bertobat dan besok dengan mudah mengulanginya.  Hari ini berterima kasih dan tak lama kemudian menyalahkan Dia.  Itulah diriku yang sebenarnya.

Pada intinya adalah jangan menjadi orang munafik.  Menjadi hipokrit.  Itu saja!  Ingatlah, bahwa pada saatnya nanti hanya waktu yang akan membuktikan, bahwa semua baik-baik saja atau tidak baik-baik saja.  Pada saatnya nanti akan terbaca di mana sebenarnya HATImu berada!

Label:
0 Responses