Dari Rabu kemarin, si Sulung pulang liburan ke rumah. Hanya tujuh hari karena Rabu depan dia sudah harus kembali ke tempat kerjanya. Tetapi tujuh hari sudah lumayan menurutku daripada tidak sama sekali. Kebetulan dia pulang pada saat perayaan Paska sehingga kami bisa merayakannya bersama-sama, walaupun minus si Tengah yang memang bersekolah di kampung kelahiran bapaknya.
Karena kebetulan aku juga sibuk berpartisipasi dalam kegiatan pekan suci, jadi mau tidak mau memang liburan si Kakak tidak bisa maksimal khusus untuk bersenang-senang. Mamak dan bapaknya seharian sibuk di gereja dan pada akhirnya harus membatalkan berbagai rencana yang sudah disusun olehnya untuk sekedar bersua dan bermanja-manja dengan keluarga. Tetapi mau bagaimana lagi, memang kondisinya seperti itu, jadi mau tidak mau harus diterima.
Akhirnya si Sulung mengatur ulang acaranya sendiri. Pada akhirnya yang awalnya pulang liburan untuk berkumpul bersama keluarga malah sibuk reunian bersama kawan-kawannya. Ada yang bekas kawan SMP, kawan SMA dan kawan-kawan lingkup gereja. Setiap malam keluar. Setiap hari ketemuan. Memang sih dilakukan sesudah pulang dari gereja, tetapi kok sepertinya lebih banyak ketemu kawan daripada ketemu mamak dan bapaknya. Kalau aku sih tidak terlalu masalah, bapaknya juga. Maklum saja, karena belum tentu juga nanti bisa bertemu lagi dengan kawan-kawannya. Apalagi kami sebenarnya juga sudah sangat lelah setelah pulang dari gereja. Jadi ya kami pasrah saja. Ikut saja apa maunya dia.
Jadi, dari hari pertama datang si Kakak sudah memesan beberapa hal yang sudah di-list-nya untuk dibawa pulang ke tempat kerja. Kebanyakan pesan makanan kesukaannya yang sudah dibekukan. Jadi sampai rumah tinggal dipanaskan kalau mau makan. Sebagai mamak yang baik, ku iyakan saja semua permintaanya. Nanti pelaksanaannya gimana lihat nanti sajalah. Yang penting diiyakan saja dulu.
Bagaimanapun juga menjadi kebanggaan tersendiri bagiku yang tidak bisa masak ini, bahwa anak-anak masih merindukan masakan mamaknya. Mungkin bagi orang lain tidak ada artinya, tetapi masakan mamak bagi mereka sangat berarti. Beruntung aku sudah tidak bekerja. Jadi bolehlah nanti dicoba memasak yang agak serius dikit. Tidak perlu tergesa-gesa, tidak perlu grusa grusu, tidak perlu dikejar-kejar waktu. Meskipun terkadang tidak sesuai resep, minimal dengan waktu yang cukup banyak akan menghasilkan masakan yang bisa dibilang "cukup enak", untukku tentunya.
Apapun yang terjadi, bagiku yang penting si Sulung kerasan di tempat kerja. Mampu mengatur diri sendiri dan mampu mengatasi masalah seandainya ada. Belajar kalau hanya teori saja tanpa ada implementasi memang hanya akan menjadi ilusi. Jadi aku bersyukur bahwa dia boleh mengalaminya. Lulus kuliah langsung kerja. Langsung terbang sendiri tanpa bantuan orangtua. Dan aku hanya bisa berharap, semoga semua akan baik-baik saja!