Martina Felesia

Dalam salah satu seminar yang pernah aku ikuti, ada salah satu topik yang membahas tentang bagaimana harus menghormati orangtua, menghormati ibu bapa kita.  Bukan topik yang mudah, karena tidak semua orang paham apa artinya menghormati orangtua.  Ada yang berpendapat menghormati orangtua itu adalah bicara sopan kepada mereka.  Ada juga yang bilang menghormati itu harus mau menaati perintah dan nasihat mereka.  Yang lain mengatakan menghormati orangtua itu artinya tidak boleh membantah apapun kata mereka, dan lain sebagainya.

Untuk aku secara pribadi, menghormati orangtua itu yang penting adalah tidak nyusahin mereka, itu saja.  Kalau bisa memberikan kontribusi dalam hidup mereka itu akan lebih baik lagi.  Tapi selagi tidak atau belum bisa membahagiakan mereka, aku berusaha untuk tidak menyusahkan apalagi menyakiti perasaan mereka.  Intinya sih, pantang bagiku untuk menyusahkan apalagi sengaja membuat susah.

Nyusahin bagiku terdiri dari dua macam kategori.  Yang pertama nyusahin secara jasmani.  Dalam hal ini aku sudah tidak pernah meminta apa-apa dari orangtua semenjak lulus sekolah.  Dari segi materi aku sudah bisa dibilang mandiri karena bisa mencari uang dari hasil usahaku sendiri, dari hasil jerih payah sejak masa muda.  Biasanya ada lebih atau tidak selalu kuusahakan untuk memberi, tanpa diminta.  Jadi secara jasmani aku memang sudah tidak bisa dibilang nyusahin.

Yang kedua adalah nyusahin secara rohani.  Yang ini sifatnya sangat kompleks.  Meskipun tidak kasat mata tetapi efeknya lebih menyakitkan. Terkadang hanya dari omongan, dari sikap dan tingkah laku, sadar atau tidak sadar bisa menimbulkan luka di hati orangtua.  Kata-kata atau kalimat yang merendahkan, tuntutan-tuntutan yang tidak masuk akal, bagaimanapun juga itu adalah racun mematikan yang siap untuk menghancurkan hati para orangtua.  Sebandel apapun diriku dulu, tabu yang namanya menyakiti hati dan perasaan orangtuaku.  Sesekali beradu argumen boleh saja karena tidak semua orangtua bisa menyelami isi hati dan memahami keinginan anaknya. Tetapi sebagai seorang anak, etika tetap harus dijaga sebaik-baiknya.

Anehnya ada juga jenis orang yang masuk dalam kategori dua-duanya.  Dari segi materi selalu tergantung kepada orangtua sampai tua, dari segi rohani penuh dengan cacat cela.  Manusia jenis ini biasanya merepotkan dalam hal apa saja.  Ngomong banyak, bicara menyakitkan, tindakan barbar, tetapi tidak sadar-sadar.  Dipikirnya apapun masalah yang ditimbulkannya itu adalah salah orangtua, padahal aslinya dia yang membuat dirinya sendiri menjadi orang brengsek dan hidupnya berantakan.  Orang jenis ini sampai tua pun tidak akan bisa berubah.  Dinasihati kayak manapun nggak bakalan mempan karena sudah terlanjur bebal.  Dihalusi gak bisa, dikasari ngamuk, dimotivasi apalagi! Semua selalu salah orangtua.  Dan akibatnya seumur hidup selalu menyimpan dendam dan berusaha menyakiti perasaan orangtuanya dengan perbuatan-perbuatan yang memalukan, bertujuan menyakiti perasaan orangtuanya.  Aku berharap semoga kita tidak menjadi bagian dari orang-orang seperti ini.

Bagiku, dalam sisa hidup sekarang ini, aku masih perlu banyak belajar bagaimana bisa berlaku adil dan bijak sebagai seorang manusia.  Sebagai seorang anak yang masih memiliki bapak ibu yang lengkap, aku merasa belum melakukan apa-apa.  Dari segi materi mungkin aku bisa memberi, tetapi dari segi kehadiran di masa  tua mereka aku belumlah apa-apa.  Masih jauh dari sempurna!  Sebagai orangtua yang memiliki anak-anak aku juga masih banyak tersendat dalam mengenal jiwa mereka.  Masih perlu banyak belajar untuk menyelami dan mengenal anak-anakku secara lebih personal, karena masing-masing dari mereka pasti punya rasa dan kemauan yang berbeda.  Memang susah.  Tetapi sebagai seorang manusia, aku tidak akan pernah menyerah, karena hidup adalah kesempatan dan pilihan untuk mau menjadi lebih baik dari hari ke hari. 

Semoga siapapun kita, bisa menempatkan diri sesuai porsinya masing-masing.
Label:
0 Responses