Martina Felesia

Suatu ketika waktu masih SMA, aku dan ibuku pernah berbincang begini,"Ojo percoyo karo penampilan.  Kadang ono wong sing ketoke medeni, tibake apikan.  Ono wong sing ketoke meneng tibake meneng-meneng ngglendem." Terjemahannya begini: Jangan percaya pada penampilan.  Ada orang yang kelihatannya menakutkan ternyata orang baik.  Ada orang yang kelihatannya pendiam, alim, ternyata diamnya.....(bingung mau menjelaskan😁). Awalnya aku tidak percaya.  Tetapi setelah ibuku menyebutkan beberapa contoh di kampungku, siapa-siapa saja yang dianggap sebagai orang yang anteng, pendiam, alim, ternyata ngglendem barulah aku paham.  Mereka adalah orang-orang yang pada akhirnya bisa membuat orang satu kampung berkata: "Ohh......; Ha?!; Bener tah?; Mosok seh?". Dan komentar-komentar lain sejenis tidak percaya begitulah. 

Seiring perjalanan waktu, ternyata aku juga sering berjumpa dengan orang-orang seperti itu.  Orang yang kelihatannya baik, bahkan yang kita percaya untuk mendengarkan keluh kesah dan rahasia hidup karena sudah kita anggap sebagai saudara, ternyata adalah orang pertama yang akan melemparkan belati kepada kita.  Orang yang kelihatannya baik itu, terlalu baik malah, ternyata adalah orang yang diam-diam menjadikan kita sebagai musuh dan saingan untuk dibinasakan.  Sambil menunggu waktu yang tepat untuk melakukan aksinya, dia akan tetap berbaik-baik kepada kita, drama sedikit, seolah-olah kita adalah orang yang penting untuknya.  Setelah kesempatan itu datang, maka ia akan mulai menunjukkan wajah aslinya.

Kepin,  kesayangan kami (Alm.)

Apakah aku kapok?  Nggaklah.  Tidak masalah jika orang yang sudah kita layan dengan baik pada akhirnya menjahati kita. Tidak masalah jika kebaikan yang sudah kita bagikan selama ini menguap begitu saja.  Mungkin orang tersebut akan diuntungkan dengan banyak hal jika menjadi orang seperti itu.  Mungkin dia harus berbuat seperti itu supaya bisa menikmati keuntungan-keuntungan yang selama ini memang dia inginkan dan cita-citakan dalam diam.  Mungkin karakter aslinya memang demikian.  Diam-diam mencari kesempatan untuk bersinar meskipun harus menjatuhkan kawan.  Aku tidak kapok.  Aku tetap akan bersikap baik jika ada orang yang bersikap baik  kepadaku.  Hanya saja mungkin aku harus belajar untuk sering-sering mengingat isi percakapan dengan ibuku dulu. "Jangan terlalu percaya pada penampilan.  Karena penampilan bisa menipu!"  Itu saja.

Sekarang ini, aku merasa beruntung bisa menjauh dari orang-orang seperti itu.  Bukan benci ya.  Bukan!  Tapi malas berinteraksi saja. Kalau bisa jangan sampai bertemu mukalah.  Selagi bisa menghindar aku akan menghindar.  Karena apapun ceritanya, aku adalah penanggung jawab untuk diriku sendiri.  Bukan orang lain.  Bahagia atau tidak, akulah yang menentukan.  Bukan kawan dekat, bukan orangtua, bukan pula keluarga.  Jadi, mengapa tidak membuat hidup bahagia dengan caraku sendiri? Bagiku, pergi menjauh dari orang-orang  toxic adalah cara terbaik untuk menghindari migrain, vertigo, hipertensi dan kolesterol tinggi 😄

Label:
0 Responses