Ketika trend gaya hidup minimalis merajalela di berbagai platform media sosial dan media massa, tiba-tiba kok aku baru sadar, bahwa selama ini ternyata aku sudah menerapkan gaya hidup yang katanya minimalis itu dari zaman dahulu kala, zaman waktu aku masih muda 😁. Hidup minimalis sendiri adalah hidup yang menekankan pada kesederhanaan, pengurangan barang-barang materi yang tidak diperlukan, dan fokus pada hal-hal yang memberikan nilai nyata. Hal ini bukan hanya tentang memiliki sedikit barang atau ruang kosong, tetapi lebih kepada memprioritaskan apa yang benar-benar penting dan memberikan kebahagiaan serta makna dalam hidup. Kalau aku sendiri sih cenderung menyebutnya sebagai gaya hidup ‘sesuai selera’.
Jadi untuk mengetes apakah benar aku adalah seorang penganut gaya hidup minimalis atau bukan, ada baiknya kalau kubahas satu persatu berdasarkan filosofi dari gaya hidup minimalis itu sendiri:
Kesederhanaan: Hidup minimalis menganjurkan
kesederhanaan dalam segala hal, baik itu dalam kepemilikan barang-barang
materi, kegiatan sehari-hari, maupun pemikiran pribadi. Jadi kalau masih suka numpuk-numpuk barang yang tidak jelas, sudah pasti itu bukan minimalis. Menurutku sih aku
sudah amat sangat hidup sederhana ya. Meskipun
terus terang saja hidup sederhanaku terjadi karena satu alasan: malas! Malas dandan, malas beli perabotan karena malas
bersih-bersih, malas berinteraksi dengan mereka yang tidak sepemikiran, dan
juga malas keluar-keluar kalau sudah berada di dalam rumah. Karena malas inilah maka aku berusaha menjadikan hidupku sesederhana mungkin.
Kualitas
Lebih Penting daripada Kuantitas:
Fokus pada kualitas hidup yang lebih baik daripada memiliki banyak barang atau
pengalaman yang kurang berarti. Daripada membelanjakan uang untuk sesuatu yang
tidak jelas, biasanya aku lebih suka membeli buku atau ikut beberapa training
online yang bisa menambah ilmu dan wawasan secara pribadi. Prinsipku sih jangan sampai penampilanku glowing tapi pas diajak ngomong malah tulalit.
Kemerdekaan
dari Materialisme: Menyadari bahwa kebahagiaan dan
kepuasan tidak bergantung pada barang-barang atau status materi. Bisa membebaskan diri dari kelekatan akan
barang-barang konsumtif atau materialisme secara tidak langsung sangat membantu untuk melepaskan diri dari timbulnya rasa iri hati
dan dengki terutama saat melihat orang lain bisa membeli barang-barang seperti yang
mereka inginkan. Jadi kalau ada tetangga beli mobil dua tingkatpun aku tidak akan terusik dengan ikut-ikutan beli.
Ruangan untuk Kreativitas dan Pertumbuhan Pribadi: Dengan mengurangi kebisingan dan gangguan dari
barang-barang yang tidak diperlukan, hidup minimalis memberikan ruang untuk
kreativitas dan pertumbuhan pribadi. Ruang yang longgar tanpa adanya berbagai macam jenis barang di dalam rumah, sangat membantu ketenangan diri sendiri dalam melakukan sesuatu kegiatan yang menyenangkan.
Pentingnya
Pengalaman dan Hubungan: Menekankan
pentingnya pengalaman hidup yang berharga dan hubungan yang bermakna daripada
kepemilikan material. Kegiatan berkumpul bersama keluarga seperti traveling, hang out bersama kawan dekat, dan bergabung dalam berbagai kegiatan komunitas sosial akan membuat hidup terasa lebih memiliki arti daripada berlomba menumpuk materi.
Lalu bagaimana cara untuk mulai menjalankan hidup minimalis itu bagi mereka yang belum berpengalaman sama sekali?
Evaluasi Kembali Kebutuhan: Tinjau kembali barang-barang yang dimiliki dan pertimbangkan apakah barang tersebut benar-benar diperlukan atau memberikan nilai yang signifikan dalam kehidupan. Jangan membeli barang hanya karena ‘lapar mata’ dan ikut-ikutan. Membeli sesuatu karena orang lain juga membeli. Ujung-ujungnya bingung sendiri karena tidak tahu alasan yang pasti mengapa barang tersebut harus dibeli.
Pembersihan
dan Pemangkasan: Lakukan pembersihan secara berkala
dan buang barang-barang yang tidak lagi diperlukan atau tidak memberikan nilai
nyata. Pokoknya jika menemukan barang yang kelihatannya hanya nyampah saja di rumah, segeralah bergerak untuk mulai menyortir dan melakukan tindakan yang yang diperlukan. Anggap saja kegiatan bersih-bersih tersebut sama dengan kegiatan olah raga lari keliling lapangan sepak bola yang akan membuat kalorimu berkurang ratusan kalori.
Fokus pada Kebutuhan Primer: Prioritaskan kebutuhan primer seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, dan hubungan, sementara meminimalkan pembelian barang-barang tambahan. Selagi kebutuhan primer belum terpenuhi atau tercukupi, maka usahakan untuk bisa menahan diri dari yang namanya beli-beli tanpa pikir panjang.
Pembatasan
Pembelian: Batasi kebiasaan membeli
barang-barang yang tidak diperlukan dan pertimbangkan kembali sebelum membeli
sesuatu. Bagusnya membuat list atau
catatan tersendiri saat berbelanja supaya tidak terjadi kemungkinan membeli
barang-barang yang sebenarnya bukan menjadi tujuan.
Budaya
Berbagi: Berbagi barang-barang yang tidak
digunakan dengan orang lain atau mendonasikan kepada mereka yang membutuhkan. Jangan suka menumpuk-numpuk barang yang pada akhirnya hanya akan menjadi sarang tikus. Lebih baik memberikan kepada mereka yang mau supaya barang-barang tersebut bisa dimanfaatkan dengan sebaik-sebaiknya.
Penataan
Ruang yang Efisien: Menata ruang dengan efisien dengan
hanya menyimpan barang-barang yang benar-benar diperlukan dan disukai. Jangan menata ruangan dan mengisinya dengan barang-barang yang tidak terlalu penting hanya karena malu dan gengsi akan pendapat orang lain.
Menghargai
Waktu dan Energi: Pertimbangkan dengan hati-hati
bagaimana waktu dan energi dihabiskan, dan fokus pada aktivitas yang memberikan
kebahagiaan dan makna. Jangan membuang-buang waktu dan energi hanya untuk memiliki barang yang belum tentu berguna dalam kehidupan. Pergunakan waktu dan energi yang kamu punya untuk melakukan hal-hal yang menyenangkan supaya hidup tidak berlalu dengan sia-sia.