Entah mengapa, di mana-mana aku selalu bertemu dengan orang yang hobinya sambatan ae. Mengeluh thok! Punya duit sambat. Nggak punya duit apalagi. Sakit sedikit sambat. Pas sakit agak banyak lebih-lebih lagi kalau sambat. Dikasih kerjaan nunda-nunda. Nggak ada kerjaan semakin mendramatisir sambatnya. Mau tidak dilihat wong ya sering ketemu. Dilihat itu membuat mulutku gatal untuk memberikan komentar pedas.
Jadi begini ya saudara-saudara, sambat, mengeluh, itu sah-sah saja sebenarnya. Sesekali dalam hidup ini bolehlah kita sambat, karena hidup ini tidak mungkin lurus-lurus saja, senang-senang saja. Tetapi bukan berarti hari-hari kita dipergunakan untuk sambat terus-terusan. Itu namanya kurang bersyukur. Tidak menikmati hidup. Waktu yang bisa dipergunakan untuk melakukan hal-hal bermanfaat lainnya malah habis dipakai untuk mengeluhkan banyak hal. Kesannya tidak bisa menghargai segala sesuatu yang terjadi dalam hidup ini.
Selain sambat, ciri-ciri orang yang tidak bersyukur lainnya adalah mereka tidak pernah merasa puas dengan semua pencapaian yang telah diperoleh. Tidak peduli berapa banyak yang telah mereka capai, mereka merasa tidak puas dan selalu ingin lebih dan lebih lagi. Selain itu mereka juga cenderung tidak mau menghargai bantuan atau dukungan orang lain. Seandainya menerima bantuan, mereka akan merasa bahwa itu adalah hak mereka, jadi merasa wajar-wajar saja jika tidak mengucapkan terima kasih.
Orang yang tidak bersyukur cenderung fokus pada kekurangan atau kelemahan dalam hidup daripada melihat hal-hal positif yang ada. Itu sebabnya mereka selalu merasa tidak bahagia meskipun memiliki segalanya. Selain itu mereka seringkali tidak peduli, tidak sensitif, dan kurang empati terhadap perasaan dan kebutuhan orang lain karena terlalu fokus pada ketidakpuasan diri sendiri. Jika menghadapi tantangan mereka akan memilih untuk bersikap pesimis. Belum mencoba sudah bilang tidak bisa. Belum selesai sudah mengeluh tidak sanggup lagi.