Penting diketahui bahwa istilah “puber kedua” tidak ada dalam dunia medis. Namun, istilah ini mungkin erat kaitannya dengan kondisi psikologis yang disebut midlife crisis. Midlife crisis merupakan transisi yang terjadi saat seseorang memasuki usia paruh baya. Fase ini banyak dialami oleh seseorang yang sudah melewati usia produktifnya dan merasa kembali muda. Banyak kalangan yakin bahwa
puber kedua terjadi saat seseorang berusia 40-an. Akan tetapi, salah
studi menemukan bahwa kondisi ini kerap terjadi pada usia 47 tahun.
Puber kedua bisa terjadi pada siapa saja. Bisa pria bisa wanita. Bisa dialami oleh ibu-ibu atau bapak-bapak, non pekerja maupun pekerja. Tetapi belum tentu dialami oleh siapa saja. Jika puber kedua ini menimpa seorang wanita paruh baya, maka yang bisa dilihat ciri-cirinya adalah sebagai berikut:
Merasa tidak puas. Wanita dengan midlife crisis mulai merasa hidupnya tidak berarti. Mereka mungkin merasa belum mencapai apa yang diinginkannya dalam hidup atau belum memenuhi potensi penuh dari dirinya. Itu sebabnya jika datang kesempatan di depan mata, mereka akan berusaha memanfaatkan celah yang ada untuk mencapai tujuannya. Tidak peduli bagaimana caranya, yang penting ketika kesempatan itu datang, ia akan memanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Tidak peduli orang mau bilang apa, yang penting tujuan hidupnya tercapai. Kebutuhannya terpenuhi. Yang penting ia mendapatkan kepuasan dengan cara yang bisa jadi mungkin kurang pantas.
Fokus meningkatkan penampilan. Wanita paruh baya bisa saja mengubah cara berpakaiannya, memakai riasan, atau menjalani operasi plastik untuk meningkatkan penampilannya. Hal ini merupakan upaya untuk mendapatkan kepercayaan diri atau daya tarik kembali terutama dari lawan jenisnya. Jadi jangan kaget ketika tiba-tiba ada seseorang yang sebelumnya berpenampilan biasa-biasa saja tiba-tiba wajahnya menjadi kinclong serta bau parfumnya menyengat dan ketinggalan di mana-mana. Bisa jadi ia sedang merasakan kembali menjadi seorang remaja, terutama jika pada fase itu ada lawan jenis yang mau memperhatikan dan ingin dia perhatikan. Ia tidak sadar sedang berusaha keras untuk tampil maksimal. Tetapi orang-orang di sekitarnya dengan segera akan tahu bahwa sesungguhnya ada yang berubah pada dirinya.Apakah mengalami puber kedua itu salah? Menurutku tidak ada yang salah dengan puber kedua. Karena puber kedua sebenarnya bisa membawa dampak positif. Orang-orang yang mengalaminya bisa mengeksplorasi minat baru dan membentuk hubungan sosial yang lebih bermakna. Yang salah itu jika puber kedua dijadikan alasan untuk membenarkan tindakan yang kelewatan batas. Berdandan bukan untuk improvement diri melainkan ingin menarik perhatian lawan jenis padahal sudah memiliki pasangan hidup yang tetap. Berdekat-dekatan tanpa jarak antara atasan dan bawahan dengan alasan keakraban. Sering keluar berdua-duaan dengan orang yang bukan pasangan dan menjadikan hubungan kerja sebagai alasan. Orang yang sedang mengalami puber kedua biasanya sering lupa diri dan lupa kalau orang lain punya mata.
Apakah aku pernah mengalaminya? Mbuh! Aku juga tidak tahu. Tapi seingatku, dulu hatiku hanya berdebar-debar jika menonton drama korea. Bisa baper habis hanya dengan menonton film romantis. Seganteng apapun bosku dulu, tidak pernah aku sampai terlibat puber-puberan. Apalagi sampai harus memandang-mandangnya dengan sepenuh jiwa. Biasa saja tuh. Mungkin karena masa mudaku dulu indah. Jadi semakin berumur semakin tidak berminat untuk caper-caperan. Mau sebanyak apapun orang ganteng di perusahaan, ya biasa-biasa saja. Karena bagiku, menjaga komitmen dengan pasangan, adalah cara paling mudah untuk terhindar dari yang namanya puber kedua, ketiga, keempat dan seterusnya. Setuju boleh, ggak setuju juga nggak masalah. Yang penting hidup. Dah, gitu aja!😌