Martina Felesia

Kemarin siang menjelang sore tiba-tiba rumah kontrakan bau wangi.  Bukan wangi bunga.  Apalagi parfum ala-ala.  Setelah beberapa kali menemani anak-anak di Jogja, rasanya baru kali itu rumah bau wangi kayak gitu.  Miri-mirip bau kemenyan.  Kukira hidungku saja yang salah sambung.  Tapi kok baunya makin semerbak ya?  

"Mas, bau kemenyan nggak?" aku menoleh ke arah anak bujang yang sedang asik main game sembari meracik sayuran yang rencananya akan kumasak keesokan harinya

"Nggak tuh!  Hidungku buntu, Bun!  Kayaknya mau pilek!" dia menjawab santai.

"Masak sih?"aku masih berusaha mengendus-endus kayak si Klepon anjingku kalau mencium bau tikus.

"Ah, Mamak ini serem kali.  Tutup sajalah pintunya!"si Bujang berkata lagi sambil tetap melanjutkan bermain game bersama kawan-kawannya secara daring.

Sorenya kakak ipar mampir ke rumah.  Titip cucunya sebentar karena mamanya sedang memberikan les di rumah sementara dia sendiri harus menghadiri pertemuan di gereja.  Tentu saja dengan senang hati aku mau.  Meskipun kesabaranku setipis tisue, tapi pada dasarnya aku senang sama anak bayi.  Menurutku bayi punya bau khas tersendiri.  Mau asem kayak manapun tetap saja wangi.

Mula-mula si bayi yang baru berumur empat bulan itu mau saja ketawa-tawa waktu di-kudhang.  Lama-lama seperti terganggu waktu kutidurkan di kereta dorong meskipun tidak sedang tidur.  Seperti ingin meloncat gitu.  Kepalanya pakai acara diangkat-angkat segala.  Jadi kuangkat dan kugendonglah.  Si bayi diam sejenak tapi mulai terisak-isak.  Kucoba mengayun-ayun biar tenang.  Sambil nyanyi-nyanyi lawak begitulah.  Tapi tambah terisak juga.  Mulailah aku panik.  Lha kenapa pula ini?  Untung tak lama kemudian mamanya datang.  Tambah kejer si bayi.  Selucu apapun kami ngudhang tetap saja nangis. Sampai berlelehan pula air matanya.  Saat dibawa keluar rumah tiba-tiba tangisnya berhenti.  Seperti terbebas dari sesuatu yang membuatnya begitu ketakutan di dalam rumah.

Tak lama kemudian bau wangi tercium lagi.  Lebih samar.  Tapi masih wangi.  Kan jadi gimana gitu ya. Masak sore-sore mesti mencium bau wangi kemenyan sih.  Entah siapalah orangnya yang iseng bakar wangi-wangian sore-sore begitu.  Akhirnya sambil ketawa-ketawa kututup juga pintu belakang yang biasanya kubuka separuh saja di bagian bawah.  Siapa tahu memang ada tetangga yang memang lagi punya hobi aroma terapi.

Jadi ingat dulu waktu baru pertama kali punya bayi.  Anak pertamaku selalu menangis jerit-jerit setiap jam 1 pagi pada hari-hari tertentu.  Seumuran sama bayi yang dititipkan inilah.  Bagaimanapun kami berusaha untuk menenangkan tetap saja dia akan menangis sejadi-jadinya.  Setiap berada di dalam rumah menangis. Setiap dibawa keluar rumah langsung terdiam seribu bahasa.  Begitu terus selama beberapa bulan.  Situasinya sungguh sangat melelahkan karena paginya kami berdua harus bekerja.  

Tapi bukannya minta rumah untuk diberkati dan didoakan oleh pemuka agama, kami lebih memilih untuk menerima situasi.  Ya sudahlah.  Nggak apa-apa.  Lagian tidak ada waktu untuk  menghubung-hubungkan kondisi saat itu dengan peristiwa mistis yang terjadi jika memang benar ada.  Kami bekerja seperti biasa.  Beraktifitas seperti biasa.  Dan berdoa seperti biasa.  Sampai akhirnya rutinitas duduk-duduk manis dini hari di luar rumah berakhir sudah.  Mungkin anakku sudah bosan dan capek harus menangis setiap dini hari.  Jadi lama-lama berhenti jugalah segala macam drama bayi tengah malam sampai menjelang pagi.  Atau bisa jadi dia sudah bisa berdamai dengan 'siapa'pun yang membuatnya takut setengah mati setiap tengah malam tiba.

Back to rumah ini.  Setelah pintu belakang kututup bau wangi memang menghilang.  Tapi malamnya aku jadi mimpi buruk.  Gelisah tidak bisa tidur.  Sebentar-bentar terbangun.  Bisa jadi karena udara Jogja yang terlalu gerah.  Atau bisa jadi juga karena pikiran yang melantur kemana-mana.  Padahal aku sudah mencoba tidur awal-awal.  Jam 10 malam sudah mapan di kasur.  Tapi otak rasanya tidak bisa diajak bekerjasama.  

Bagaimanapun juga aku berharap segala macam wangi-wangian yang tercium kemarin sore sampai malam itu bukan pertanda apa-apa.  Semoga rumah yang kami tinggali sementara ini tetap aman-aman saja.  Apapun ceritanya, aku berharap anak-anak bisa belajar dengan tenang tanpa perlu merepotkan atau direpotkan dengan berbagai macam urusan yang memang tidak perlu untuk dipikirkan.  Semoga semua akan baik-baik saja sampai mereka menyelesaikan sekolahnya.

#Godblessmyfamily

Label:
0 Responses