Setelah bekerja dan mendapatkan penghasilan sendiri, aku tetap saja nyaman dengan berkulit hitam legam. Tetap tidak ada keinginan untuk mulai berdandan seperti perempuan pada umumnya. Apalagi keinginan untuk suntik putih. Selain faktor malas, juga karena faktor rasa sayang kalau harus mengeluarkan uang hanya untuk urusan dandan. Apalagi kalau hobinya masih juga melalak-lalak keluar rumah. Jadi paling banter kegiatanku hanya membersihkan muka sepulang kerja. Itupun dengan pembersih muka merk apa saja. Yang penting bersih. Make up yang kusimpan cuman pelembab bayi, bedak tabur dan lipstik sebiji. Selain itu tidak ada lagiπ
Apakah dulu pernah merasa takut 'nggak laku"?π
Kalau dipikir-pikir nggak pernah sih! Zaman itu tingkat kepedeanku bisa dibilang cukup tinggi. Prinsipku begini: Laku tidak laku itu bukan urusanku. Ada yang mau syukur. Nggak ada yang mau juga nggak masalah. Yang penting aku bekerja, punya penghasilan sendiri, dan bisa menghidupi diriku sendiri. Yang lain-lain mah aku terserah saja. Lagipula urusan jodoh itu bukan masalah laku atau tidak laku, mau atau tidak mau. Urusan jodoh itu tetap harus diperhitungkan matang-matang sebelum mengambil keputusan. Jangan terburu-buru menikah karena nggak tahan dengan gunjingan orang. Ada yang mau sama kita terus ternyata kitanya nggak cocok ya jangan grusa grusu bilang setuju. Ada orang yang kita mau tapi ternyata dianya slendro ya kitanya yang harus mundur dulu. Pada waktunya nanti, pastilah akan ada orang yang mau menerima dirimu apa adanya. Jadi menurutku, mengapa harus terburu-buru? Lagipula urusan cinta-cintaan itu tidak ada hubungannya dengan kulitmu putih kayak sapi atau hitam seperti arang. Cinta itu yo cinta saja. Mana sempat mikirin kamu item atau putih, ya kan?Beruntunglah anak-anakku yang perempuan tidak seslebor diriku dalam urusan perdandanan. Dari usia remaja mereka sudah tahu bagaimana harus merawat muka. Uang saku dikumpulin sedikit demi sedikit untuk membeli produk perawatan wajah. Lebih baik tidak jajan daripada tidak bisa membeli skincare. Sementara dulu waktu seusia mereka aku sibuk menabung hanya supaya bisa mencoba makanan enak di kedai-kedai makananan yang baru buka, atau supaya bisa menyewa komik silat bergepok-gepok sebagai kawan di hari Minggu. Zamannya memang sudah berbeda jauh. Jauh banget malah!Jadi, apakah aku menyesal punya kulit hitam? Kagaklah! Bule-bule dari luar saja kalau datang ke Indonesia hobinya berjemur supaya bisa hitam, masak aku yang sudah gosong malah pengin jadi putih kayak mereka? Yang penting di usia sekarang ini aku penginnya simpel saja: Sehat dan banyak duit! Kalau sehat banyak duit kan enak. Mau kulitnya item kek, gosong kek, peduli amat. Meskipun gosong kalau dompetnya full ya tetap saja bisa jalan jinjit sambil lenggang kangkung menikmati hidup. Intinya itu hari gini nggak sempat lagilah untuk mikirin gonta-ganti warna kulit. Menikmati hidup dengan gembira sepertinya lebih berdaya guna dalam menjalani waktu yang masih tersisa daripada menghabiskan energi untuk memikirkan kapan kulitku akan jadi putih π
#beyourselfsajalah