Martina Felesia

Pada tanggal 13 Juni yang lalu, hampir di semua media sosial isinya tentang informasi penerimaan mahasiswa baru PTN di seluruh Indonesia.  Ada yang lolos seleksi, ada juga yang tidak.  Ada yang sedih, ada yang gembira.  Tapi ada juga yang biasa-biasa saja.  Aku salah satu yang ikutan suprised waktu anak keduaku berteriak gembira, melihat namanya termasuk salah satu yang lolos di Perguruan Tinggi Negeri pilihannya.  Padahal niatnya waktu itu hanya coba-coba karena ingin tahu dan ikut merasakan proses seleksinya seperti apa.   Itu sebabnya dia santai-santai saja menunggu hasil pengumuman karena memang tidak terlalu berada di bawah tekanan bahwa harus diterima.  Kalau dilihat secara kasat mata beban mentalnya memang tidak ada sama sekali.

Sebenarnya dia sudah diterima di salah satu Universitas Swasta di kota Yogyakarta menggunakan seleksi jalur raport.  Hanya saja ada sedikit kendala setelah mengikuti proses daftar ulang yang pertama.  Ada salah satu persyaratan yang mengharuskan dia tidak boleh buta warna.  Pertama kali sih merasa percaya diri karena tidak merasa buta warna.  Tetap lanjut registrasi dan melakukan pembayaran pertama.  Seiring berjalannya waktu, ternyata baru tahu kalau dia menderita buta warna parsial.  Sebenarnya masih diberi kesempatan untuk mengurus secara internal supaya bisa pindah jurusan.  Tapi ia memutuskan untuk coba-coba mengikuti SNBT dengan harapan "Who knows" gitu loh.  Siapa tahu masuk karena kemarin dia sempat mengikuti proses SNBP yang ditawarkan sekolah meskipun saat itu belum beruntung.

Selain mengikuti proses SNBT 2024 anak lanangku juga mengirim permohonan mengikuti seleksi sekolah di BCA Program Pendidikan Bisnis dan Perbankan.  Mulai ikut prosesnya dari awal dan akhirnya sampai di tahap menentukan jadwal Psikotes dan interview.  Dia berpikir kalau misalnya tidak lolos di SNBT dan lolos di BCA ia akan mengambil yang BCA saja supaya bisa langsung kerja.  Ternyata malah diterima di Perguruan Tinggi Negeri sesuai jurusan yang diinginkannya.

Padahal jujur saja, aku dan bapaknya tidak berharap terlalu banyak.  Bagaimana bisa disuruh berharap, hobi bermain gamenya tidak mandek juga meskipun sudah mendekati hari H.  Tetap nonton Netflix, tetap main game, meskipun sudah beli buku latihan soal.  Beli buku pun baru tiga minggu sebelum hari H test dilaksanakan.  Harusnya kan sudah siap berbulan-bulan sebelumnya kalau memang niat.  Tapi ya kubiarkan sajalah.  Toh dia yang akan mengikuti testnya.  Lolos ya syukur, nggak lolos ya nggak masalah.  Kalau misalnya dari tiga pilihan tempat melanjutkan pendidikan tidak ada yang lolos toh tahun depan masih bisa mencoba.  Ternyata si hobi nonton film ini malah bisa lolos tanpa disangka-sangka😁

Akhirnya yang Universitas Swasta dibatalkan meskipun sudah membayar uang pangkal I, yang otomatis akan hilang kalau tidak dilanjutkan.  Yang di BCA juga mengundurkan diri meskipun sudah sampai di tahap seleksi akhir.  Ya terserah saja sih.  Meskipun sebenarnya kami sebagai orang tua pengin dia melanjutkan yang proses seleksi BCA, tetapi terserah anaknya saja.  Jangan sampai pada akhirnya kalau tidak hepi dengan pilihannya kami yang diomeli.

Selamat ya, Mas!  Selamat berproses menjadi manusia yang lebih dewasa.  Selamat menjalani hari baru sebagai mahasiswa baru nantinya.  Semua proses itu sama saja.  Ada yang menyenangkan ada yang menyedihkan.  Ada yang mudah ada yang susah.  Jadi apapun ceritanya, jangan pernah menyerah.  Yang penting adalah, jadilah dirimu apa adanya.  Jangan mudah terprovokasi dengan hal-hal berbau kebencian dan kedengkian.  Banyak-banyaklah membaca supaya menambah wawasan.  Tugasmu sebagai mahasiswa adalah belajar.  Bukan dema demo tanpa juntrungan.  Selagi orang tuamu yang masih harus pontang-panting membiayai sekolahmu, maka engkau harus menghormatinya dengan menjalani tugasmu sebagai pelajar dengan sebaik-baiknya.

We're proud of you, son!

#13Juni2024

Label:
0 Responses