Martina Felesia

Intermittent fasting (IF) artinya puasa berkala atau diet puasa. Menurut Google, ini adalah metode diet yang mengatur pola makan dengan cara berpuasa dalam waktu tertentu, lalu mengonsumsi makanan dalam waktu tertentu lainnya. Berbeda dengan diet lain yang membatasi jenis makanan, IF lebih fokus pada kapan kita makan, bukan apa yang kita makan.  

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa IF dapat membantu menurunkan berat badan, meningkatkan sensitivitas insulin, dan mendukung proses detoksifikasi tubuh.  Ada beberapa jenis IF, seperti 16:8 (16 jam puasa, 8 jam makan) dan 18:6 (18 jam puasa, 6 jam makan).  Hanya saja bagi pemula disarankan untuk memulai dengan metode yang lebih sederhana, seperti 12:12 (12 jam makan, 12 jam puasa), dan bertahap meningkatkan durasi puasa apabila sudah terbiasa.

Senin kemarin adalah hari pertama aku mulai ikutan IF.  Bukan karena pengin kurus atau langsing, karena menurutku berat badan segini sudah cukup ideal untuk manusia botol yakult kayak aku.  Aku hanya ingin mendetoksifikasi tubuh supaya tidak mudah sakit.  Meskipun sejak berhenti kerja aku tidak pernah migren atau sakit kepala lagi, tapi sepertinya jadi lebih sensi terhadap udara di sekitarku.  Panas dikit badan bentol-bentol.  Dingin dikit badan juga bentol-bentol.  Salah makan dikit apalagi.  Bentol-bentolnya sih nggak seberapa, gatalnya itu yang luar biasa.  Kalau sudah bentol-bentol alamat perangai bakalan kayak kunyuk.  Asik garuk-garuk badan nggak habis-habis.

Menurut beberapa orang yang kukenal, kondisi badan bentol-bentol (biduran) bisa jadi disebabkan oleh kondisi stres karena terlalu banyak pikiran.  Aku jadi bingung.  Aku ini stres apaan ya?  Mau makan ya tinggal masak.  Kalau males masak ya tinggal beli.  Kalau ngantuk tinggal tidur.  Pengin nonton film tinggal leyeh-leyeh buka Netflix di handphone atau laptop.  Pengin ngemal  tinggal naik Bimbar.  Nggak punya duit ya duduk manis di rumah saja.  Jadi aku bingung juga kalau ada yang bilang aku ini stres ๐Ÿ˜

Selain IF aku mengusahakan untuk tetap olah raga.  Jika di Batam aku olah raga hanya di dalam rumah dengan panduan Youtube, maka di Jogja aku sempatkan untuk olah raga jalan kaki dua hari sekali.  Keliling alun-alun berulang-ulang kayak orang bego. Jalan kaki pulang pergi Maliboro  kayak turis tanpa tujuan.  Pokoknya kalau belum satu jam aku pasti cari alternatif jalan yang lebih panjang dan lama.  Muter-muter saja masuk keluar gang yang ada di seputaran Maliboro.  Kalau sudah satu jam barulah aku pulang.

Pertama ikutan IF itu rasanya keinginan untuk makan itu  malah meningkat.  Apa-apa ingin dimakan.  Tapi namanya puasa ya memang harus dicoba untuk bertahan.  Beruntung dari dulu aku sudah terbiasa untuk tidak makan lagi selepas jam enam sore.  Jadi bisa dibilang aku sudah terbiasa untuk berpuasa IF model 12:12 (12 jam puasa:12 jam makan).  Selain itu aku juga mulai skip yang namanya gula.  Mulai bikin kopi atau teh tanpa gula.  Biasanya tidak bisa hidup tanpa yang manis-manis.  Mula-mula susah, tapi lama-lama ya biasa saja.  Apalagi kalau ingat banyak kawan yang "lewat" karena kalah melawan penyakit diabetes. 

Hari ini baru hari ketiga.  Memang belum terlalu berasa hasilnya.  Tapi paling tidak aku berharap hasilnya sepadan.  Semoga IF ini bisa membuatku menang melawan alergi.  Alergi apa saja.  Mau udara panas ataupun dingin.  Biar nggak mudah garuk-garuk lagi kayak kunyuk ๐Ÿ˜‚

๐ŸŒนhttps://msha.ke/tiennaa 

Label: 0 komentar |
Martina Felesia

Sebenarnya aku malas nulis.  Bosan.  Selain itu sekarang ini zamannya bukan nulis-nulis segala macam hal.  Sekarang ini zamannya ngonten.  Sampai apa-apa dikontenin.  Dari hal penting sampai gak penting.  Bahkan orang meninggal pun dijadikan konten.  Difoto, divideo, terus diunduh di media sosial supaya dapat perhatian.  Dapat banyak like dan comment.  Katanya sih supaya jangkauan penonton dan interaksinya tinggi.  Kalau sudah tinggi pasti dapat duit.  Hadeuhhh....!

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan membuat konten.  Kalau kontennya bagus pasti dilihat orang kok  (Lha iyalah, masak dilihat setan?!)  Hanya saja notif yang masuk di medsos orang lain itu terkadang sangat mengganggu.   Seolah memaksa orang lain untuk menonton kontennya.  Padahal ya intinya itu tadi.  Kalau kontennya bagus pasti akan ada yang nonton.  Sementara aku ini masuk kategori orang yang malas kalau harus pura-pura tertarik pada sesuatu padahal tidak tertarik.  Tidak terbiasa untuk bilang iya sementara aku penginnya bilang tidak.  Mulut mungkin bisa menipu.  Tetapi ekspresi muka pasti sudah mewakili segalanya.  Itu kalau aku ya.  Tidak tahu kalau orang lain ๐Ÿ˜

Meskipun sebenarnya malas nulis tapi aku tetap saja nulis.  Sudah hampir sebulan sepertinya aku berhenti menulis.  Sibuk!  Iya, sibuk nonton film.  Jadi pagi ini sepulang olah raga aku langsung menghidupkan laptop dan mulai menulis.  

Memasak sudah selesai sejak pagi.  Bangun jam empat, masak-masak, menyiapkan bekal anak lanang yang katanya ingin mbontot untuk kuliah, terus sat set keluar rumah sambil menghidupkan Spotify.  Menikmati suasana Jogja yang cerah ceria. Jam setengah enam pagi memang belum terlalu terang lagi.  Tetapi di seputaran Kraton dan alun-alun Utara sudah banyak orang lesehan makan soto.  Baunya menguar kemana-mana.  Hampir saja aku ikut lesehan.  Tetapi ingat tujuan utama adalah olah raga jadinya batal.  Meskipun olah raganya hanya modelan jalan kaki sepanjang jalan Malioboro pulang pergi, tapi ternyata cukup melelahkan.  Kalau tiap hari konsisten satu jam jalan kaki keliling-keliling seputaran Jogja, berharap balik Batam lemak perut sudah pada longsorlah๐Ÿ˜‚

Pulang olah raga mampir belanja sayur sebentar di bawah pohon beringin depan Masjid.  Ibuk penjualnya sudah hafal sama diriku.  Padahal tidak setiap hari juga belanja sayur.  Biasanya aku belanja dalam porsi banyak, yang kira-kira cukup untuk seminggu.  Pagi tadi aku hanya beli bawang merah dan bawang putih, karena kemarin sudah belanja komplit untuk satu minggu ke depan.  Setelah berbasa-basi sebentar dalam balutan senyum dan bahasa Jawa Ngoko, say good bye sama ibuk Sayur, lalu pulang.

Balik ke rumah ya gini ini, mulai menulis lagi.  Mumpung pengin.  Nanti kalau sudah melihat ada film baru di Netflix, takutnya nggak bakalan nulis-nulis lagi.  Ya terserah saja ada yang baca atau tidak.  Yang penting aku nulis dulu.  Menulis membuat kepalaku jadi terasa agak ringan.  Kalau ringan aku jadi punya energi lebih untuk melakukan sesuatu.  Ya kursus online, ya belajar online.  Pokoknya biarpun sudah tidak bekerja, aku merasa jadi orang paling sibuk sedunia.  

Jadi, kata siapa menulis itu membosankan?  Bosan itu kalau tidak tahu lagi hidup ini untuk apa.  Selagi masih sadar dan tahu ingin melakukan apa,  pasti tidak akan ada yang namanya bosan. 

๐Ÿ‘‰  https://msha.ke/tiennaa 

Label: 0 komentar |
Martina Felesia

Beberapa hari setelah latihan koor dan kegiatan Paska yang melelahkan, akhirnya mulai bisa bernafas lega.  Pelan-pelan mulai belajar online lagi.  Mulai dari belajar membuat E-Book, belajar jadi Affiliator, belajar Artificial Intelligence (AI), belajar Bahasa Inggris dari Duolingo, dan beberapa hari yang lalu ditambah belajar Bahasa Italia.  Kubilang sama Pak DjokoWi suatu saat nanti aku mau pergi ke Italia.  Jadi dari sekarang harus mulai nyicil belajar bahasanya.  Dianya ketawa-ketawa saja.  Sudah biasa dengan omongan istrinya yang terkadang terdengar agak-agak gila ๐Ÿ˜

Mengapa belajar sesuatu yang baru itu perlu buatku?  Pertama untuk menghilangkan kemungkinan datangnya pikun di pikiranku.  Dengan belajar, maka otakku tidak hanya berjalan di tempat.  Dia akan terus berpikir dan menjalankan tugas utamanya yang harusnya memang dipakai untuk berpikir.  Point kedua, belajar membuatku untuk terus aktif setelah tidak bekerja lagi.  Dengan terus aktif maka hari itu akan berlalu tanpa terasa.  Bangun pagi, beraktifitas, sore, malam, dan tiba-tiba sudah pagi lagi.  Point yang ketiga ya karena aku suka saja. Belajar sesuatu yang baru itu bisa berlaku untuk siapa saja.  Tidak peduli tua atau muda.  Mengerjakan sesuatu yang disukai dari sekarang supaya nanti tidak ada penyesalan.

Selain mulai belajar segala macam seperti di atas, masih sempat juga ngebut maraton nonton film serial di Netflix yang ber'season-season'.  Padahal satu season itu rata-rata ada dua puluh dua episode.  Kalau misalnya satu judul film itu ada tujuh season, bisa dibayangkan sendiri berapa episode yang sudah kutonton selama berhari-hari.  Capek?  Iya!  Mata pedas?  Iya juga!  Masalahnya kalau nonton serial itu ada yang dilewati ceritanya jadi tidak nyambung.  Itu sebabnya harus diselesaikan sampai tuntas ceritanya.

Minggu, 27 April 2025
Anak-anak berkirim ucapan selamat hari jadi untuk mamaknya di WA Group keluarga.   Semenjak tinggal di rumah berdua saja sama suami, kesempatan untuk bercuap-cuap dengan mereka memang hanya lewat WA.  Terima kasih masih diberi kesempatan untuk bernafas dan melakukan sesuatu.  Meskipun tidak ada kue tart dan lain-lain, tapi ya senang saja.  Uban boleh tumbuh tambah banyak, tetapi semangat hidup tidak boleh berkurang.

Agak siangan  dikit iseng-iseng ikut jadi volunteer. Mengajar Bahasa Inggris untuk anak-anak di suatu Sekolah Dasar yang ada di Batam bersama dengan volunteer lain yang berasal dari Singapore.  Kebagian mengajar kelas lima SD.  Senang? Tentu saja!  Bersemangat?  Sudah pasti!  Yang jelas hari itu bisa mendapat kenalan baru, menambah teman dan menambah wawasan.  Pulang mengajar langsung tepar karena udara Batam lagi panas-panasnya.  Badan langsung bentol-bentol karena keringatan.  Minum obat alergi langsung tidur sampai pagi.

Senin, 28 April 2025
Pulang kerja suami langsung mengajak makan di luar.  Dinner sekalian refreshing katanya.  Biar tidak berkutat terus dengan film yang seolah tidak ada habis-habisnya.   Meskipun sebenarnya males keluar rumah, aku nurut saja.  Sesekali menyenangkan pejuang keluarga tidak ada salahnya.  Meskipun kondisi jalan macet di mana-mana karena bersamaan  dengan orang pulang kerja, tetapi planning keluar rumah lanjut terus.  Sepanjang jalan tentu saja aku saja yang berkata-kata dari A sampai Z tidak ada habisnya.  Dan seperti biasa pula suami mencoba jadi pendengar yang baik dengan sesekali menimpali.

Jalan malam dan makan-makan selesai lanjut foto-foto.  Biar ada bukti kalau aku juga sudah pernah pergi ke Thamrin-nya kota Batam.  Selama ini hanya bisa melihat orang-orang update status di medsos.  Kali ini aku bisa merasakan sendiri serunya foto saat kondisi lagi ramai-ramainya.  Makanannya enak.  Sesuai dengan harga yang agak sedikit mahal. Minumannya juga enak.  Spot untuk foto tidak mengecewakan.  Pak Djokowi bilang dia mau sebulan sekali jalan-jalan malam kayak gini.  Dan aku mengiyakan saja dengan senang hati ๐Ÿ˜‚

Ternyata tidak terasa sudah masuk kepala lima lebih sekian-sekian ๐Ÿ˜ Merasa tua?  Tidak juga.  Malah sepertinya banyak yang mau dikerjakan sekarang ini.  Yang dulu-dulu tidak sempat dilakukan saat kerja, sekarang dengan mudah masuk To do List.  Mottoku adalah: Jangan pernah merasa tua biar tidak lemes-lemes saja.  Merasa senior saja supaya aura tuanya tertutup dengan kesibukan yang membuat terlihat lebih muda.  Usia itu hanya hitungan angka.   Jadi ya begitulah.  Tetap hidup, tetap gembira, tetap percaya bahwa hari ini adalah hari baik yang telah diciptakan Tuhan.

Note:  Foto-foto di atas hanya sebagai pemanis ๐Ÿ˜

Label: 0 komentar |
Martina Felesia

Beberapa bulan yang lalu kami sempat bertemu.  Janji ketemuan di mall bersama beberapa kawan yang sudah duluan resign dari perusahaan.  Kebetulan ada Eka yang lagi ada tugas di Singapore dan menyempatkan diri untuk mampir ke Batam.  Jadi diaturlah acara dadakan itu.  Telepon beberapa orang yang bisa dan akhirnya terkumpul sekitar delapan orang kala itu.  Ada Pak Cik Irwan Suroso, Pak Harsono, Pak Naga, Dessy, Maria, Ratna, aku, dan Eka tentunya.  Atur tempat yang paling mudah dituju dan kami sempatkan untuk bertemu.

Aku kenal beliau sudah cukup lama.  Menjadi partner kerja selama belasan tahun dalam suka dan duka.  Banyak canda dan tawanya kalau ketemu dia.  Nggak ada pernah serius omongannya.   Pokoknya ada saja yang membuat tertawa.  Terlepas banyak cerita orang tentang dia yang begini begitu, tetapi secara pribadi aku tidak ada masalah dengan beliaunya.   Bagiku beliau adalah kawan yang baik.  Bisa diajak bekerjasama dan tidak segan memberikan bantuan jika dibutuhkan.

Ketemu terakhir saat itu dia terlihat kurus.  Jauh dari perawakannya yang dahulu gempal dan penuh semangat.  Aku tidak menanyakan secara langsung apakah beliau sakit atau tidak.  Tidak etis menurutku.  Tapi dalam hati aku meyakini kalau dia sepertinya sedang sakit.  Hanya saja karena dia seolah tidak seperti orang sakit, akhirnya aku berusaha untuk bersikap seperti biasa saja.  Kami hanya bercanda-canda, bernostalgia nostalgia, mengingat semua kegilaan yang pernah ada.  Saat itu Pak Naga kebanyakan hanya tersenyum-senyum saja.  Tidak terlalu banyak bicara seperti biasanya.   Hanya menjawab kalau ditanya.  Sisanya hanya mengiyakan apa kata orang sambil menikmati secangkir kopinya kala itu.


Sebelum pulang kami sempatkan untuk foto-foto.  Entah mengapa kusempatkan pula untuk memeluknya.  "Sehat-sehat, ya Pak," ucapku kala itu.  Dia juga membalas dengan kata-kata yang sama. Rupanya itu menjadi pertemuan kami yang terakhir.  Setelah itu kami sibuk dengan kegiatan masing-masing.  Tidak sempat lagi saling berkunjung meskipun tinggal satu kota.  Dan tiba-tiba saja ada kabar dia sudah tiada.  Hari ini tadi, jam 2 dini hari.  

Selamat jalan, Pak Naga.  Usai sudah sakit yang kau derita.  Selamat merayakan lebaran di keabadian.  Perlahan tapi pasti kami juga akan pergi ke sana.  Entah apakah di sana kita masih bisa tertawa-tawa atau tidak, aku juga tidak tahu.  Yang jelas hari ini, kami semua mendoakanmu.

Label: 0 komentar |
Martina Felesia

Menurutku, kenikmatan yang paling hakiki itu adalah makan mie instant saat lagi pengin-penginnya.  Pas pengin, pas turun hujan. Pas pula stok di dapur ternyata hanya satu.  Tinggal tambahin sedikit perbumbuan, telur dan sayuran, rasanya sudah seperti di surga.  Meskipun belum pernah melihat surga itu seperti apa, tetapi bisa menikmati sesuatu yang menimbulkan rasa bahagia bagiku itu sudah merupakan surga.

Makan mie instant sambil ditemani lagu-lagu dari Spotify sekaligus nyambi upload pekerjaan kecil-kecil itu sesuatu banget rasanya.  Tidak perlu dandan.  Tidak perlu pakai baju rapi.  Tidak perlu pakai sepatu hak tinggi.  Tidak perlu keluar rumah.  Bahkan kalau bisa tidak perlu mandi.  Meskipun hanya mie instant seharga lima ribuan, tetapi sensasi rasanya itu membuatku merasa spesial.  Seperti Indomie.  Padahal ada meme di medsos yang mengingatkan supaya tidak merasa spesial, karena aku bukan Indomie.  Hanya Indomie yang boleh spesial.  Kita jangan, kecuali kita punya backingan๐Ÿ˜

Habis makan mie isntant, relax sebentar sambil nyanyi-nyanyi kecil mengikuti lagu-lagu yang kudengar.  Hafal tidak hafal, tahu tidak tahu aku nyanyi saja.  Kalau salah-salah pun tidak akan ada yang keberatan.  Paling yang keberatan hanya si Klepon, anjingku yang dari tadi klesikan mencari posisi yang enak untuk tidur.  Toh ini bukan sedang lomba idol-idolan.  Ini ungkapan ekspresi diri.  Menyanyi adalah obat bagi setiap jiwa yang penyakitan.  Dengan menyanyi, minimal beban hidup akan terangkat dan semangat baru siap menunggu.

Bosan menyanyi-nyanyi lanjut menulis.  Temanya random.  Lha nggak tahu lagi apa yang mesti ditulis.   Yang penting nulis.  Penting tidak penting tulis saja.  Siapa tahu suatu hari nanti bisa dibaca ulang sambil tertawa-tawa.  Ternyata dulu pernah sedeng juga ya.  Pasti begitu mikirnya.  Ada untungnya juga pernah melakukan hal-hal gila.  Minimal ada yang bisa dikenang dan diceritakan.  Ada juga yang bisa dijadikan pelajaran.  Bahwa tidak semua yang bersikap seperti malaikat itu sungguh malaikat.  Bahwa tidak semua yang bersikap seperti setan itu adalah sungguh setan.  Terkadang kenyataan bisa menjadi tipuan.

Jadi, jangan meremehkan kekuatan mie instant.  Orang Korea hari-hari makan mie instant tetap baik-baik saja.   Bahkan bisa bikin drama yang aura syahdunya merajalela kemana-mana.  Siapa tahu dengan makan mie instant aku jadi seperti imo-imo Korea yang tampilannya jadi cantik, menarik dan menyenangkan, meskipun sudah lansia.  Dan siapa tahu setelah makan mie aku jadi terinspirasi untuk jadi better me dalam versi yang baru.  Bukan malah ngantuk dan cari posisi yang enak untuk rebahan dan tidur lagi.  Semoga ๐Ÿ˜‰

Label: 0 komentar |
Martina Felesia

Refreshing ala aku ya biasa saja menurutku.  Dulu waktu masih kerja begitu.  Sekarang pun masih tetap sama.  Tidak ada yang berubah. Kalau tidak nonton film ya baca buku.  Bosan menonton dan membaca paling memilih tidur seharian.  Nggak melakukan aktifitas apa-apa.  Leyeh-leyeh saja.  Rebahan tanpa ujung pangkal.  Kalau lagi rajin aku akan nulis-nulis di blog.  Nulis apa saja.  Jelas gak jelas tetap kutulis kalau lagi pengin nulis.  Yang penting nulis.  Kalau ada kawan yang ngajakin keluar akan kutanya dulu mau kemana dan untuk apa.  Kalau sekiranya oke aku pergi.  Kalau sekiranya membosankan mending aku tidur lagi.

Meskipun  hanya di rumah saja, refreshing itu menurutku tetap perlu.  Jangan dipikir kalau yang namanya mamak-mamak rumahan itu nggak bisa lelah.   Mau ibu-ibu pekerja atau ibu rumah tangga biasa saja semua butuh refreshing.  Apalagi yang namanya ibu ibu itu kebanyakan harus bisa multi tasking.  Yang ibu pekerja masih harus dihadapkan dengan pekerjaan rumah sepulang kerja.  Yang ibu rumah tangga harus melakukan ini itu di rumah tanpa ada habisnya.  Masih bagus kalau pasangan hidupnya bisa diajak kerja sama.  Kalau tidak?  Mampuslah sendiri!  Dan namanya juga ibu-ibu.  Wajar saja kalau semua mau diurus.  Mengurus rumah, mengurus anak, mengurus suami, bahkan terkadang mengurus tetangga.  Semua butuh diurus.  Terkadang saking sibuk mengurus orang lain dirinya sendiri sampai lupa diurus.
 

Selain leyeh-leyeh, refeshing yang menarik untuk aku adalah beres-beres rumah.  Meskipun rumah tidak ada isinya, entah kenapa aku suka membereskan bagian-bagian di dalamnya.  Membereskan pakaian di lemari.  Membereskan peralatan dapur.  Membereskan peralatan carut marut milik suamiku.  Kalau sekiranya ada barang yang menurutku tidak berguna langsung saja kubuang.  Tidak ada kata mendang mending atau ragu-ragu.  Kalau suamiku hobinya menyimpan dan menumpuk barang maka aku hobinya membuang-buang barang.  Bukannya tidak sayang atau sok-sokan.  Aku hanya berusaha supaya rumah yang sudah sangat minimalis ini terlihat lebih minimalis lagi.  Jadi aku tidak perlu capek bersih-bersih.   Kalau hidup bisa dipermudah mengapa harus dipersusah begitulah kira-kira.

Beruntung jika masih punya kawan yang  rajin ngajak ketemuan di akhir pekan.  Bisa di mall, bisa di warung kopi, bisa di mana saja.  Ini juga merupakan salah satu bentuk refreshing menurutku.  Jadi susah untuk ditolak atau dihindari.  Selain bisa ngadem di mall, juga bisa saling menyuntikkan imun kegembiraan satu sama lain.  Makan, tertawa-tawa, ngobrol yang nggak penting-penting, sesekali diselingi menggibahkan seseorang jika perlu.  Bosan ketemuan sama kawan sesekali pergi sendiri ke bioskop.  Beli tiket, beli camilan, nonton film apa saja yang kira-kira cocok.  Pilih nomor kursi paling belakang dan paling pojok.  Sudah itu numpang tidur di situ.  Selesai terus pulang.  Intinya itu yang penting refreshing, ya kan?

Kepada seluruh ibu-ibu, yang pekerja maupun ibu rumah tangga biasa seperti aku, selalu sempatkan untuk mencintai dirimu.  Selalu sempatkan ambil waktu di tengah kesibukan yang bertubi-tubi datangnya.  Beristirahatlah kalau lelah.   Sesekali manjakan diri sendiri.  Engkau adalah penopang keluarga.  Jika penopang itu patah, maka akan ambruklah seisi rumah.  Tidak perlu refreshing yang keluar biaya.  Cukup berdiam diri saja di rumah tanpa melakukan apa-apa.  Bilang kepada anak-anakmu, kepada suamimu kalau kamu juga lelah.  Bagaimanapun juga kamu bukan Wonder Woman atau apalah itu.

Perempuan, adalah manusia yang terdiri dari daging dan darah.  Yang bisa hancur pelan-pelan jika tidak diperhatikan.  Kalau orang lain tidak memperhatikanmu, maka engkau sendiri yang harus memperhatikannya.  Buatlah dirimu senang, jadikan hidupmu bahagia apapun caranya.  Dengan mencintai diri sendiri maka hatimu akan berlimpah-limpah untuk bisa mencintai orang-orang di sekelilingmu.

 

Martina Felesia

Beberapa waktu lalu si Bungsu menginformasikan kalau dia ada pekerjaan di akhir pekan.  Ikut ajakan teman jualan es teh dan makanan lainnya saat acara Cap Go Meh di Jogja.  Bersama beberapa teman satu sekolah mereka bekerja bahu membahu mencari uang tambahan.  Kebetulan dia dapat tugas jadi tukang rebus-rebus air.  Hasilnya dua hari kerja di hari Sabtu dan Minggu mendapatkan upah sebesar Rp225.000.  Menurut emaknya jumlah segitu kecil banget.  Tapi menurut anaknya besar banget.  Habis itu keterusan.  Setiap ada kesempatan kerja part time langsung saja dia iyakan๐Ÿ˜‚

Aku sebagai ibu menyetujui dengan catatan.  Tidak setiap akhir pekan boleh bekerja part time.  Sebelum memutuskan untuk mengambil pekerjaan semua tugas sekolah sudah harus diselesaikan.  Tidak boleh ada yang lewat.  Tidak memaksakan diri  kalau dirasa badan sudah lelah.  Jangan sampai selesai kerja habis itu malah tidak masuk sekolah.  Bapaknya kasih kode keras.  Pokoknya tidak ada kerja-kerja lagi biarpun akhir pekan.  Di Jogja tugasnya sekolah, bukan bekerja.  Kalau nggak mau disuruh pulang saja ke Batam.  Anaknya ngeyel.  Alasannya memang tidak setiap akhir pekan bekerja.  Hanya di akhir pekan yang dia sempat saja.  Orangtuanya akhirnya nyerah.

Sejujurnya aku senang karena si Bungsu sudah mulai ada inisiatif untuk mendapatkan uang dari hasil keringatnya sendiri.  Mulai belajar untuk berani tampil keluar.  Tidak lagi malu menghadapi banyak orang.  Memang dapat duitnya tidak seberapa.  Namanya juga kerja part time.  Tapi paling tidak dia jadi tahu bagaimana rasanya cari uang.  Tahu bahwa duit tidak akan turun sendiri dari langit.  Harus diusahakan.  Harus dicari.  Bukan ditunggu-tunggu sambil berdiam diri dan tidak melakukan apa-apa.  Jadi tahu bagaimana harus menghargai diri sendiri dan mulai belajar mengatur keuangannya sendiri.

Kadang kepikiran juga benar nggak sih mengajarkan anak cari duit sejak dini?  Pertama-tama memang muncul perasaan tidak enak sebagai orangtua.  Tetapi melihat segi positif yang didapatkan aku jadi lebih tenang.  Selagi tidak mengganggu sekolah, menurutku oke-oke saja.  Daripada akhir pekan malah dipakai nongkrong-nongkrong tidak jelas lebih baik bergaul dengan kawan-kawan yang memang hobinya cari cuan.  Menyomot motto orang pintar yang katanya,"Lingkup pergaulan yang positif otomatis akan menularkan hal yang juga positif".  

Aku jadi ingat zaman si Sulung dulu sewaktu masih kuliah.   Dia juga sering ambil kerja part time.  Pagi mengikuti perkuliahan.  Sore nyambi jadi barista.  Pulang kerja masih lanjut mengerjakan tugas kuliah.  Terkadang menerima tawaran endorse untuk jadi model jualan.  Sekali endorse dapat upah tiga ratus ribuan berikut barang yang di-endorse.  Tapi dia hepi.  Bisa cari uang tambahan sendiri dari hasil kerja kerasnya.  Dan berbagai macam pengalaman kerja itu pada akhirnya juga berguna untuk mendapatkan pekerjaan.  Lulus langsung kerja.

Jadi intinya adalah, selagi masih muda, mencoba hal-hal baru itu perlu.  Pengalaman, sekecil apapun bentuknya, akan menjadi pelajaran yang berharga.  Yang penting adalah, berani mencoba.  Selain itu juga berani membuang gengsi dan rasa malu.  Jangan terlalu hirau apa kata orang.  Selagi tidak melanggar aturan, tidak menyalahi orang lain, segala hal yang baik, boleh dan pantas untuk dicoba.  Ya....meskipun hasilnya tidak seberapa, tetapi selagi bisa tidak ada yang salah, kan?!

Label: 0 komentar |